Pages

Tuesday, February 12

PIDANA PENIPUAN

Penipuan secara online pada prinisipnya sama dengan penipuan konvensional. Hal yang membedakan hanyalah pada sarana perbuatannya yakni menggunakan Sistem Elektronik. Sehingga secara hukum, penipuan secara online dapat diperlakukan sama sebagaimana delik konvensional yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”).


Dasar hukum yang digunakan untuk menjerat pelaku penipuan saat ini adalah Pasal 378 KUHP, yang berbunyi sebagai berikut:


"Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun."



Sedangkan, dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”), walaupun tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan, namun terkait dengan timbulnya kerugian konsumen dalam transaksi elektronik terdapat ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang menyatakan:


“Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.”



Terhadap pelanggaran Pasal 28 ayat (1) UU ITE diancam pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sesuai pengaturan Pasal 45 ayat (2) UU ITE.


Kata “berita bohong” dan “menyesatkan” dan dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE menurut pendapat kami dapat disetarakan dengan kata “tipu muslihat atau rangkaian kebohongan” sebagaimana unsur dalam Pasal 378 KUHP. Sehingga dapat kami simpulkan bahwa Pasal 28 ayat (1) UU ITE merupakan perluasan dari delik tentang penipuan secara konvensional.


Mengenai masalah pelaporan, Pasal 378 KUHP pada dasarnya merupakan delik biasa, bukan delik aduan. Berbeda dengan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang merupakan “delik aduan” karena konsumen yang membuat perikatan dengan penjual produk, sehingga untuk proses penyidikan Pasal 28 ayat (1) UU ITE harus ada pengaduan dari korban. Sedangkan, untuk Pasal 378 KUHP meski bukan delik aduan, tapi pada praktiknya berdasarkan pengamatan kami, tetap harus ada laporan agar dilakukan penyidikan lebih lanjut.


Bagaimana posisi hukumnya jika barang yang dibeli adalah Illegal?

Sebelumnya, perlu kami jelaskan bahwa dasar dari terjadinya jual beli adalah perjanjian jual beli. Salah satu syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) adalah adanya sebab yang halal yakni sebab yang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, maupun dengan ketertiban umum (lihat Pasal 1337 KUHPer).


Sehingga, jika barang yang diperdagangkan itu diperoleh dari hasil pencurian, penyelundupan, penadahan atau diperoleh dengan cara-cara lain yang melanggar undang-undang, dapat dikatakan jual beli tersebut tidak resmi/tidak sah dan terhadap pelakunya dapat dijerat dengan pasal-pasal pemidanaan dalam KUHP.


Sepengetahuan kami, tidak semua barang produk kebutuhan seksual sebagaimana pertanyaan adalah barang illegal untuk dijual. Sepanjang barang-barang tersebut memenuhi ketentuan peraturan sektor terkait, maka barang tersebut tetap dapat dijual secara terbatas. Menjadi illegal tentu saja apabila dijual tanpa izin dari instansi terkait (misalkan Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, Ditjen Bea Cukai, atau instansi terkait lainnya).


Menjual barang produk kebutuhan seksual tidak berizin dapat dikategorikan memperdagangkan barang dengan cara yang melanggar undang-undang. Sehingga secara perdata menurut kami jual beli tersebut tidak memenuhi unsur sebab yang halal.


Dalam konteks pertanyaan Anda, titik berat hukum lebih kepada unsur terjadinya delik penipuan, dan bukan pada aspek sebab yang halal. Dalam delik penipuan, tidak ditentukan muslihat (modus) apa yang digunakan pelaku untuk melakukan tindak penipuan. Sehingga, menurut pendapat kami, dalam kasus Anda pelaku dapat tetap dijerat menggunakan pasal tentang penipuan baik berdasarkan KUHP maupun UU ITE.


Pun apabila terbukti barang tersebut barang illegal karena dijual tanpa izin, pembeli menurut pendapat kami tidak serta merta dapat dijerat pidana sepanjang barang tersebut bukan merupakan hasil dari perbuatan pidana (misalkan barang hasil penadahan).


Saran kami, Anda sebaiknya melaporkan kasus tersebut kepada Aparat Penegak Hukum (“APH”) baik itu penyidik POLRI maupun penyidik Direktorat Keamanan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika.


Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.


Dasar Hukum:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

3. Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

No comments:

Post a Comment

LPK Nasional Indonesia Kota Pasuruan
Menjalankan Visi, Misi dan Mekanisme LPKNI dengan segala konsekuensi yang berasaskan keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta berupaya untuk menciptakan kepastian hukum di Indonesia.

Tinggalkan Pesan dan /atau Komentar Anda ;