Pages

Wednesday, October 24

( LITIGATION ) TAHAPAN DALAM BERPERKARA PERDATA


BAB I
UPAYA DAMAI

1.1              Pada Pengadilan ( Litigation )
  • Pasal 130 HIR dan Pasal 154 RBg :
“ Jika pada hari yang ditentukannya itu kedua belah pihak datang, maka pengadilan negeri mencoba dengan perantaraan ketuanya akan memperdamaikan mereka “.
  • Tahap – tahap perdamaian ( Mediasi ) di pengadilan :
  1. Ketua memutuskan sidang diundur untuk memberikan kesempatan kepada para pihak untuk melakukan perdamaian.
  2. Hari sidang berikutnya, apabila mereka berhasil mengadakan perdamaian , maka hasil perdamaiannya disampaikan kepada hakim  yang berupa surat perjanjian di bawah tangan yang ditulis diatas kertas bermaterai ( jika tidak berdamai, maka hakim melanjutkan penyelesaian perkara ).
  3. Setelah itu, hakim menjatuhkan putusannya berupa menghukum keduabelah pihak untuk memenuhi isi perdamaiannya.
Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan diatur di dalam SEMA No 2 Tahun 2003. Menurut Pasal 130 ayat (2) HIR, perdamaian di pengadilan harus dibuat Akta Perdamaian ( acte van vergelijk ) yang ditandatangani oleh kedua belah pihak berperkara, dimana akta tersebut berkekuatan dan sebagai putusan hakim biasa.
1.2              Diluar Pengadilan ( Non-Litigation )
Proses penyelesaian perkara memalui pengadilan itu memerlukan waktu yang lama karena prosedurnya yang formalistis kaku. Mulai dari memasukkan perkara di muka pengadilan sampai putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap ( in kracht ). Terutama bagi pengusaha atau pedagang, penyelesaian berlarut – larut sangatlah merugikan.
Karena alasan tersebut, maka diperlukan cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan suatu perjanjian antara para pihak yang berperkara untuk menyerahkan penyelesaian sengkata kepada seorang wasit atau lebih. Berikut ini macam – macam alternatif penyelesaian sengketa.
  1. A.                 Mediasi
Menurut UU No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan kepada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Pihak yang membantu mendamaikan mereka disebut mediator. Modiator adalah sukarelawan pihak ketiga yang netral, yang terlatih untuk menengahi.
  • Keputusan Mediasi berupa Win-Win Solution berbentuk rekomendasi.
B.       Arbitrasi
Arbitrasi diatur dalam UU No 30 Tahun 1999. Arbitrasi yaitu suatu proses penyelesaian sengketa  tanpa melalui proses peradilan, tetapi menyerahkan sengketa kepada seorang ( arbiter ) yang dipilih secara bersama – sama oleh pihak – pihak yang bersengketa untuk mengambil keputusan secara tertulis yang bersifat tetap dan mengikat.
Badan penyelesaian Arbitrasi Publik :
(1)   Pengadilan Permanen Arbitrasi ( Permanent Court of Arbitration )
(2)   Komersial Arbitrasi ( Commercial Arbitration )
  • Keputusan Arbitrase
Keputusan Arbitrase bersifat tetap dan mengikat ( Final and binding ). Keputusan berupa “ word “
C.       Konsiliasi
Suatu metode dari alternatif penyelesaian sengketa yakni para pihak membawa sengketa mereka ke pihak ketiga yang netral untuk membantu menenangkan keadaan, mengembangkan komunikasi dan mencari solusi yang memungkinkan.




BAB II
PEMBERIAN KUASA

2.1              Pengertian Surat Kuasa
Menurut Pasal 1792 BW, kuasa adalah suatu perjanjian dimana seorang memberikan kuasa kepada orang lain dengan atas namanya untuk  menyelenggarakan suatu urusan. Kuasa dapat diberikan dan diterima dalam suatu bentuk surat kuasa berupa akta umum, tulisan bawah tangan, dan sepucuk surat. Selain itu juga dapat diberikan dan diterima secara lisan.
2.2              Syarat – Syarat sebagai kuasa
  • wakil dari penggugat
  1. Mempunyai surat kuasa khusus, sesuai dengan pasal 123 ayat 1 HIR.
  2. Ditunjuk sebagai kuasa dalam surat gugat (pasal 123 ayat 1 HIR).
  3. Ditunjuk sebagai kuasa dalam catatan gugatan apabila gugatn dijukan secara lisan (pasal 123 ayat 1 HIR).
    1. Ditunjuk oleh penggugat sebagai kuasa atau wakil di dalam persidangan (pasal 123 ayat 1 HIR).
    2. Memenuhi syarat dalam Peraturan Menteri Kehakiman 1/1965 jo. Keputusan Menteri Kehakiman No. J.P 14/2/11 tanggal 7 Oktober 1965 tentang Pokrol.
    3. f.      Telah terdaftar sebagai advocaat.
  • wakil dari tergugat
  1. Memiliki surat kuasa khusus, sesuai pasal 123 (1) HIR dan Pasal 147 (1) RBg.
  2. Ditunjuk sebagai kuasa atau wakil dalam persidangan (pasal 123 (1) HIR, pasal 147(1) Rbg).
  3. Memenuhi syarat dalam Peraturan Menteri Kehakiman 1/1965 jo. Keputusan Menteri Kehakiman No. J.P 14/2/11 tanggal 7 Oktober 1965 tentang Pokrol.
  4. d.   Telah terdaftar sebagai advocaat.
  • wakil dari Negara
  1. Pengacara negara yang diangkat oleh Pemerintah.
  2. Jaksa.
  3. Orang-orang tertentu atau pejabat-pejabat yang diangkat atau ditunjuk.
2.3              Jenis – Jenis Surat Kuasa
  1. 1.                  Surat Kuasa Umum
Yaitu surat kuasa yang isinya meliputi segala kepentingan si pemberi kuasa ( Pasal 1795 BW ). Jadi, pemerima kuasa bertugas menjalankan seluruh kepentingan si pemberi kuasa.
  1. 2.               Surat kuasa khusus
Surat kuasa khusus yaitu surat kuasa yang isinya hanya satu kepentingan tertentu atau lebih yang dapat dilakukan oleh si penerima kuasa. Surat kuasa ini harus dipakai dalam persidangan di Pengadilan Negeri  { Pasal 123 (1) HIR }. Surat Kuasa khusus dibuat di bawah tangan atau dengan akta otentik dihadapan notaris.
  • Macam – Macam Surat Kuasa Khusus:
  1. Surat Kuasa Khusus untuk naik banding
  2. Surat Kuasa Khusus untuk kasasi
  3. 3.               Surat Kuasa Substitusi
Yaitu surat kuasa khusus yang dilimpahkan kepada orang lain, apabila pemberian kuasanya disertai hak untuk dilimpahkan. Pada bagian akhir suratnya memuat kalimat “ surat ini diberikan dengan hak substitusi “. Arti substitusi yaitu menggantikan orang yang semula diberi kuasa.
Sifat Substitusi dan akibat hukumnya :
  • Substitusi Seluruhnya
Apabila surat kuasa yang bersangkutan telah dilimpahkan seluruhnya kepada orang lain yang telah  bersangkutan oleh pemberi kuasa, maka untuk selanjutnya penerima kuasa semula tidak berhak lagi mewakili pihak yang bersangkutan di persidangan.
  • Substitusi Sebagian
Apabila yang disubstitusikan hanya sebagian, maka penerima kuasa hanya dapat menjalankan kuasa tertentu saja seperti yang tercantum di dalam surat kuasa. Contoh : kuasa untuk menerima surat replik.
  1. 4.                  Surat kuasa istimewa
Pemberi kuasa harus melakukan sendiri dalam sumpah kesaksian. Tetapi dapat diwakilkan melalui surat kuasa.
2.4       Kewajiban si Penerima Kuasa ( Pasal 1800 – 1806 KUHPerdata )
1.   Melaksanakan kuasanya, menanggung segala biaya kerugian dan bunga yang ditimbulkan.
2.   Menyelesaikan segala urusan yang dikuasakan terhadapnya.
3.   Bertanggungjawab atas kelalaian yang dilakukannya.
4.   Memberikan laporan dan perhitungan atas apa yang dilakukan  kepada si pemberi kuasa.
5.   Bertanggungjawab atas orang yang ditunjuk sebagai pengganti dalam melaksanakan kuasa.
6.   Membayar bunga atas utang – utang pokok yang dipakai untuk kepentingannya sendiri.
2.5       Kewajiban si Pemberi Kuasa ( Pasal 1807 – 1812 KUHPerdata )
1.   Memenuhi perikatan – perikatan yang dibuat oleh si penerima kuasa.
2.   Mengembalikan persekot dan biaya yang dikelurkan oleh si penerima kuasa dalam melaksanakan tugasnya ( walaupun si penerima kuasa lalai ).
3.   Memberikan ganti rugi atas kerugian yang diderita si penerima kuasa.
4.   Membayar bunga atas persekot yang telah dikelurkan oleh si kuasa.
2.6       Hapusnya Kuasa ( Pasal 1813 – 1819 KUHPerdata )
1.   Ditarik kembali kuasa oleh si pemberi kuasa.
2.   Mengalihkan kuasa kepada orang lain.
3.   Meninggalnya si pemberi kuasa.




BAB III
PIHAK – PIHAK DALAM PERKARA
3.1       Penggolongan Pihak – Pihak
Secara umum, pihak – pihak yang boleh berperkara dimuka pengadilan yaitu orang dan badan hukum. Berikut ini penggolongan pihak – pihak berdasarkan kedudukannya :
3.1.1    Pihak Materiil
Pihak materiil adalah pihak yang memiliki kepentingan langsung di dalam perkara yang bersangkutan. Subjek hukum pihak materiil yaitu orang dan badan hukum.
Pihak – pihak materiil yaitu :
-      Pihak penggugat dan tergugat yang mempunyai kepentingan langsung di dalam perkara.
-      Badan Hukum { di wakili oleh pihak formil ( Pasal 8 No 2 RV, Pasal 1955 BW ) }.
3.1.2    Pihak Formil
Yaitu pihak yang beracara di muka pengadilan serta bertindak untuk kepentingan dan atas namanya sendiri tanpa mempunyai kepentingan secara langsung di dalam perkara. Nama mereka harus dimuat di dalam gugatan dan disebut pula dalam putusan, di samping nama – nama yang mereka wakili.
Contoh pihak formil ini yaitu wali atau pengampu, karena mereka bertindak dimuka pengadilan atas namanya sendiri tetapi mewakili kepentingan orang lain.
* Pengacara atau pokrol walaupun bertindak atas nama dan kepentingan clientnya, namun ia bukanlah pihak formil maupun meteriil.
3.2              Pihak yang tidak mampu bertindak di pengadilan :
Pihak yang tidak mampu bertindak ( personae miserabiles ) dianggap tidak mampu pula untuk bertindak di muka pengadilan. Pihak ini tidak mempunyai kemampuan prosesuil.
Mereka adalah orang – orang yang belum dewasa dan  yang dibawah pengampuan ( Pasal 452 BW ), yaitu :
1)      Belum dewasa.
        Pasal 330 BW : “ Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu telah kawin “.
Di Indonesia banyak peraturan mengenai batas umur kedewasaan, yaitu berkisar  antara 15 – 21 tahun. BW mengatur batas umur dewasa adalah 21 tahun dan belum pernah kawin. UU No 1/1974 Tentang Perkawinan tidak mengatur secara jelas mengenai batas umur kedewasaan, namun hanya batas minimal usia perkawinan. Menurut UU Kerja adalah 18 Tahun ( UU No 1 Tahun 1951 ). Untuk saksi di muka pengadilan minimal usia 15 tahun ( Pasal 145 ayat (4) HIR ). Batas umum minimal untuk dituntut perbuatan pidana yaitu 16 tahun.
Mereka yang belum dewasa dan tidak dibawah kekuasaan orangtua, berada di bawah perwalian.
* Pengecualian atas ketentuan bahwa orang yang belum dewasa harus diwakili di dalam perkara, namun didalam Hukum Perburuhan. Pada perselisihan Perburuhan, maka seorang buruh yang belum dewasa dapat menghadap pengadilan dengan tidak diwakili.
2)  Sakit ingatan
Pasal 433 BW : “ Setiap orang dewasa, yang selalu dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap harus ditaruh di bawah pengampuan … “.
3)  Pemboros dan pemabuk  ( ketidakmampuan ini hanya terbatas pada bidang hukum harta kekayaan saja ).
Pasal 433 BW : “ … Seorang dewasa boleh juga ditaruh di bawah pengampuan karena keborosannya “.
BAB IV
CARA MENGAJUKAN GUGATAN
Mengajukan gugatan bertujuan memperoleh perlindungan hak yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah “ eigenrichting “.
4.1       Syarat orang yang dapat mengajukan gugatan :
  1. Orang tersebut memerlukan atau berkepentingan akan perlindungan hukum.
  2. Mempunyai kepentingan hukum dan dapat dibuktikan kepentingannya itu.
  3. Orang tersebut menderita kerugian.
  4. Mempunyai kepentingan yang cukup dan layak serta memiliki dasar hukum.
  5. Diajukan oleh seseorang yang memiliki hubungan hukum.
* Apabila tidak memenuhi persyaratan diatas, maka gugatannya tidak akan diterima oleh pengadilan.

4.2              Syarat – Syarat Surat Gugatan
  1. Surat gugatan harus ditandatangani oleh penggugat atau wakilnya;
  2. Terdapat tanggal;
  3. Nama jelas penggugat dan tergugat;
  4. Tercantum tempat tinggal penggugat dan tergugat;
  5. Dapat diketik atau pun di tulis tangan di kertas biasa; serta
  6. Memakai meterai (tidak diharuskan).
4.3       Jenis – Jenis Gugatan :
a. Gugatan tertulis
Menurut Pasal 118 HIR, surat gugatan harus ditandatangani oleh orang yang menggugat atau wakilnya. Setelah itu mengirimkan surat gugatan kepada Pengadilan Negeri daerah tergugat.
b. Gugatan Lisan
Hal ini terjadi apabila orang yang menggugat tidak pandai menulis dan/ buta huruf, maka tuntutannya diadukan secara lisan kepada ketua pengadilan negeri, lalu ketua mencatatnya.
4.4              Tahap – Tahap mengajukan gugatan :
  • Gugatan Tertulis
  1. Mengirim surat gugatan kepada Pengadilan Negeri Wilayah Tergugat (mempunyai alamat dan domisili )
Hal ini berkaitan dengan asas : actor sequitur forum rei ( Pasal 118 ayat (1) HIR ). Tergugat tidak dapat dipaksa untuk menghadap ke Pengadilan Negeri penggugat, karena belum tentu gugatan penggugat dikabulkan pengadilan. Maka dari itu, tergugat harus dihormati dan diakui hak – haknya selama belum terbukti kebenaran gugatan penggugat ( asas praduga tak bersalah ).
Tuntutan sipil ini dimasukkan dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh penggugat atau wakilnya dan diserahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri wilayah tergugat.
  1. Didaftarkan di kepaniteraan pengadilan negeri yang bersangkutan.
Cara pengiriman surat gugatan ( Pasal 118 HIR ) :
-          Apabila tergugat tidak memiliki tempat tinggal yang dikenal dan tidak diketahui, maka gugatan diajukan kepada ketua Pengadilan Negeri di tempat tinggal penggugat.
-          Apabila tergugat lebih dari satu orang dan mereka tinggal pada wilayah pengadilan negeri yang berbeda, maka surat gugatan dikirim kepada ketua pengadilan negeri salah satu dari tergugat.
* Pengecualian : apabila tergugat adalah seorang pembantu, maka surat gugatan dapat dikirimkan pada rumah majikannya.
( Cara diatas berbeda dengan ketentuan dibawah ini )
Cara menggugat menurut Pasal 1 Reglemen Hukum Acara Perdata bagi Raad van Justitie dan Hooggerechtshof :
-          Tuntutan perkara sipil diawali dengan pemanggilan dakwa oleh Juru Sita.
-          Lalu, juru sita membuat surat exploit tentang pemanggilan dakwa, setelah itu salinannya diserahkan kepada yang digugat atau dikirim ke tempat kediamannya.
-          Exploit yang asli diserahkan kepada penggugat.
-          Penggugat membawa surat itu kepada Panitera.
-             Lalu, panitera membuat catatan ( rol ) perkara itu akan diperiksa di pengadilan.
-             Penggugat menyuruh juru sita untuk memanggil tergugat untul menghadap ke pengadilan pada hari dan waktu yang ditentukan untuk mendengar tuntutan penggugat.
  • Gugatan Lisan
  1. Gugatan diajukan secara lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang;
  2. Didaftarkan di kepaniteraan pengadilan negeri yang bersangkutan; dan
  3. Ketua Pengadilan Negeri berdasarkan pasal 120 HIR akan membuat atau menyuruh membuat gugatan yang dimaksud penggugat.
BAB V
KOMPETENSI PENGADILAN
           
Tugas pokok dari Pengadilan yang menyelenggarakan kekuasaan kehakiman adalah menerina, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan terhadapnya.
Agar gugatan tidak sampai diajukan secara keliru, maka dalam cara mengajukan gugatan harus diperhatikan benar-benar oleh penggugat bahwa gugatan harus diajukan secara tepat kepada badan pengadilan yang benar-benar berwenang untuk mengadili. Ada dua macam kewenangan pengadilan yaitu :
  1.  Wewenang mutlak atau absolute competentie, adalah menyangkut pembagian kekuasaan antar badan-badan peradilan, dilihat dari macamnya pengadilan menyangkut pemberian kekuasaan untuk mengadili.
Contohnya : persoalan mengenai perceraian bagi mereka yang beragama Islam berdasarkan ketentuan pasal 63 (1)a UU no. 1 tahun 1974 tentang perkawinan adalah wewenang pengadilan agama. Sedangkan, persoalan warisan, sewa menyewa, utang piutang, jual beli, gadai, hipotik adalah wewenang pengadilan negeri.
  1. Wewenang relatif atau relative competentie, adalah mengatur pembagian kekuasaan antara pengadilan yang serupa, tergantung tempat tinggal tergugat.
5.1              Wewenang Mutlak ( Kompetensi Absolut )
Kompetensi absolut adalah wewenang Badan Peradilan dalam memeriksa jenis perkara tertentu yang secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh Badan lain. Kompetensi ini biasanya tergantung pada isi gugatan, yaitu nilai dari gugatan. Wewenang ini disebut sebagai atribusi kekuasaan kehakiman.
  1. a.            Pengadilan Negeri
Pengadilan Negeri merupakan pengadilan sehari – hari biasa untuk semua penduduk, yang mempunyai wewenang memeriksa dan memutus perkara perdata dan pidana yang dulu diperiksa dan diputus oleh pengadilan – pengadilan yang dihapuskan ( Pasal 5 ayat (3a) UU Dar. 1 / 1951 ).
Pasal 4 UU No 49 Tahun 2009 :
“ Pengadilan Negeri berkedudukan di ibukota kabupaten / kota, dan daerah hukumnya meliputi wilayah meliputi wilayah Kabupaten/Kota “.
Pasal 50 UU No 49 Tahun 2009 :
“  Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara perdata dan pidana di tingkat pertama “.
Kekuasaan Pengadilan Negeri dalam perkara perdata meliputi semua sengketa hak milik atau hak – hak yang timbul karenanya atau hak – hak keperdataan lainnya, kecuali apabila lain ditetapkan UU.
Contoh pengecualian :
-          Perceraian, Talak, Rujuk bagi beragama islam oleh Pengadilan Agama.
-          Perselisihan perburuhan.
Pengadilan Negeri tidak hanya berwenang menyelesaikan “ perkara “ saja, namun juga penyelesaian masalah yang bersangkutan dengan jurisdiksi volunter, yaitu tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa. Contohnya : penetapan ahli waris  ( fatwa waris ).
Jadi, kesimpulannya wewenang mutlak dari Pengadilan Negeri adalah :
  • Pemeriksaan ulang semua perkara perdata dan pidana sepanjang dimungkinkan untuk dimintakan banding ( Pasal 3 ayat (1&2) UU Drt. 1951 ).
  • Memutus dalam tingkat pertama dan terakhir sengketa wewenang mengadili antara Pengadilan Negeri di dalam wilayahnya ( Pasal 3 ayat (1,2 ) UU Drt.1950 ).
  • Prograsi perkara perdata, yaitu mengadukan perkara dengan melampaui setingkat, jadi langsung diajukan ke Pengadilan Tinggi. ( Pasal 3 ayat (1,1) UU Drt.1950 ).
  1. b.            Pengadilan Tinggi
Wewenang mutlak dari Pengadilan Tinggi yaitu ( UU No 49 Tahun 2009 Tentang Peradilan Umum :
  1. Bertugas dan berwenang mengadili perkara pidana dan perdata di tingkat banding ( Pasal 51 ayat (1) )
  2. Jurisdictiegeschillen, yaitu mengadili tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah hukumnya ( Pasal 51 ayat (2) )
  3. Prorogatie perkara perdata, yaitu mengadukan perkara langsung ke pengadilan tinggi tanpa melalui pengadilan negeri.
  4. Memberikan keterangan, pertimbangan dan nasihat kepada instansi pemerintahan di daerahnya ( apabila diminta ).
  5. Pengawasan terhadap jalannya peradilan di tingkat Pengadilan Negeri.
  6. c.       Mahkamah Agung
Wewenang mutlak dari Mahkamah Agung ( UU No 3 Tahun 2009 ) :
1.Memeriksa dan memutus permohonan kasasi ( Pasal 28 ayat (1) ).
2.Sengketa tentang kewenangan mengadili (Pasal 28 ayat (1) ).
3.Permohonan Peninjauan Kembali putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 28 ayat (1) ).
4.Menguji peraturan perundang – undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang ( Pasal 31 ayat (1) ).
5.2              Wewenang Nisbi  ( Kompetensi Relatif )
Kompetensi relatif ini menempatkan dimanakah gugatan atau tuntutan hak itu harus diajukan. Hal ini berkaitan dengan asas actor sequitor forum rei, yaitu gugatan harus diajukan kepada Pengadilan Negeri di tempat tinggal tergugat, dan asas praduga tak bersalah sebagaimana telah diuraikan pada Bab IV sebelumnya.
Apabila tergugat mempunyai tempat tinggal yang tidak dikenal atau tergugat tidak   dikenal, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Negeri di tempat tergugat. Contoh tergugat yang tidak dikenal yaitu apabila seseorang yang berhutang meninggal kemudian kreditur menggugat ahli warisnya yang tidak dikenalnya.
Apabila tergugat mempunya tempat tinggal yang dipilih, maka gugatan dapat dikirimkan kepada Pengadilan Negeri di tempat tinggal yang dipilihnya.
Contoh : menggugat pembantu rumah tangga dapat mengajukan surat gugatan kepada Pengadilan Negeri di tempat tinggal majikannya.
Apabila tergugat lebih dari seorang dan tinggal pada wilayah Pengadilan Negeri yang berbedam maka gugatan dapat dikirim pada salah satu Pengadilan Negeri.
Penyimpangan asas actor sequitor forum rei terjadi apabila tergugat tidak memiliki tempat tinggal yang dikenal, tempat tinggal yang nyata dan tergugat tidak dikenal, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Negeri di tempat tinggal penggugat. Contohnya : tergugat tinggal di luar Indonesia.
Contoh – contoh gugatan :
  • Ø Asas forum rei sitae yaitu apabila gugatan mengenai benda tetap, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Negeri di tempat benda tetap itu terletak ( Pasal 118 ayat (3) HIR ). Contoh : sengketa tanah.
  • Ø Perceraian bagi orang diluar Islam, gugatan diajukan kepada Pengadilan Negeri di tempat kediaman tergugat, atau Pengadilan Negeri di tempat kediaman penggugat apabila kediaman tergugat tidak jelas.
  • Ø Permohonan untuk dinyatakan pailit diajukan kepada Pengadilan Niaga ( Pasal 1 angka 7 UU No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ).

No comments:

Post a Comment

LPK Nasional Indonesia Kota Pasuruan
Menjalankan Visi, Misi dan Mekanisme LPKNI dengan segala konsekuensi yang berasaskan keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta berupaya untuk menciptakan kepastian hukum di Indonesia.

Tinggalkan Pesan dan /atau Komentar Anda ;