Pages

Friday, February 22

WANPRESTASI


Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang berarti prestasi buruk yang timbul dari adanya perjanjian yang dibuat oleh satu orang atau lebih dengan satu orang atau lebih lainnya (obligatoire overeenkomst) (lihat Pasal 1313 KUHPerdata). Wanprestasi dikategorikan ke dalam perbuatan-perbuatan sebagai berikut (Subekti, “Hukum Perjanjian”):

a.      Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
b.      Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
c.      Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
d.      Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Sedangkan, penipuan adalah perbuatan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 378 KUHP pada Bab XXV tentang Perbuatan Curang (bedrog). Bunyi selengkapnya Pasal 378 KUHP adalah sebagai berikut:

Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.

Berdasarkan bunyi pasal di atas unsur-unsur dalam perbuatan penipuan adalah:

a.      Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri dengan melawan hukum;
b.      Menggerakkan orang untuk menyerahkan barang sesuatu atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang;
c.      Dengan menggunakan salah satu upaya atau cara penipuan (memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat, rangkaian kebohongan)

Unsur poin c di atas yaitu mengenai cara adalah unsur pokok delik yang harus dipenuhi untuk mengkategorikan suatu perbuatan dikatakan sebagai penipuan. Demikian sebagaimana kaidah dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 1601.K/Pid/1990 tanggal 26 Juli 1990 yang mengatakan:

Unsur pokok delict penipuan (ex Pasal 378 KUHP) adalah terletak pada cara/upaya yang telah digunakan oleh si pelaku delict untuk menggerakan orang lain agar menyerahkan sesuatu barang.

Photobucket

BANK GELAP atau RENTENIR

Pasal 15 ayat (1) huruf (c) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan sebagai berikut :

(1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimanadimaksud dalam Pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang:

c.   mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;

Melihat penjelasan dari Pasal tersebut, dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan "penyakit masyarakat" antara lain pengemisan dan pergelandangan, pelacuran, perjudian, penyalahgunaan obat dan narkotika, pemabukan, perdagangan manusia, penghisapan/praktik lintah darat, dan pungutan liar.
Maka jelaslah bahwa Praktik Lintah Darat merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat yang harus dicegah dan ditanggulangi. Namun demikian, selain dasar tersebut diatas sesuai dengan Pasal 46 ayat (1) UU Perbankan menyatakan bahwa :

“Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurangkurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).”


Oleh karena itu, menurut kami, bukanlah besaran bunga yang Saudara terapkan dalam kegiatan kredit yang dapat dikategorikan sebagai Rentenir atau tidak, namun dengan menjalankan usaha yang menyerupai dengan fungsi Bank tanpa izin dari Bank Indonesia, maka Saudara telah dapat dikatakan sebagai Rentenir.
 
Dasar Hukum:

1.      Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

2.      Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

3.      Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

Photobucket