Pages

Friday, October 19

S A K S I



Sebelum menghadiri persidangan, penting untuk memahami fungsi sebuah persidangan. Anda mungkin merasa hal itu sudah jelas, yaitu untuk mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi. Tetapi, kenyataannya tidak sesederhana itu. Bukan kebenaran setiap unsur-unsur fakta yang terpenting, tetapi bagaimanakah kualitas bukti-bukti yang dihadirkan oleh kedua belah pihak yang bersengketa itu diajukan, untuk mendukung alibi kasus / perkara yang diajukan ke persidangan.
Walaupun dalam setiap sidang seorang saksi disumpah untuk mengatakan dan memberikan kesaksian “yang sebenarnya, tidak lain dari pada yang sebenarnya”, namun perlu disadari bahwa fungsi utama persidangan bukan untuk menemukan kebenaran. Bagi kebanyakan orang hal tadi akan terdengar aneh, walau demikian hal itu sebenarnya terus berlangsung dan terjadi. Persidangan sesungguhnya tidak mencari tahu seluruh kebenaran, apakah itu kebenaran ilmiah atau kebenaran fakta [Sir David Napley – Penasehat Ratu Inggris]. Dalam otobiografinya [John Mortimer, seorang pengacara dan pengarang Rumpole of Bailey] mengajukan argumentasi bahwa “tugas utama pengadilan bukan untuk menyelediki agar menemukan kebenaran, walaupun kebenaran kadang-kadang tergali secara tidak sengaja. Pengadilan adalah sebuah ujian bagi bukti-bukti, sebuah prosedur untuk menemukan apakah kasus yang diajukan bisa dibuktikan tanpa sedikitpun keraguan. Bagaimana ini terjadi, mengapa mencari kebenaran begitu menyulitkan? Karena dua aspek penting persidangan yaitu pertama : adanya ketentuan / peraturan tentang bukti-bukti yang bisa diterima dan diajukan ke persidangan, kedua : label atau cap yang melekat bagi tergugat atau terdakwa [lebih cenderung bagi terdakwa yang berada dalam dugaan kesalahan kuat sebagai pelaku tindak pidana].
Peraturan terhadap bukti-bukti dan saksi dibuat untuk melarang bukti-bukti yang mungkin tidak adil atau tidak aman dihadirkan dalam persidangan. Bukti-bukti bisa dilarang – padahal [bisa saja] bukti itu akan membawa dampak langsung pada kebenaran – jika diangap tidak adil bagi terdakwa. Contoh sederhana misalkan ada aturan kebiasaan yang berlaku terhadap “bukti rumor” dan peraturan yang berlaku untuk pengakuan. Bukti rumor adalah bukti yang tidak dilihat langsung oleh seorang saksi, misalnya ia mengatakan bahwa dia melihatnya membawa uang, ini adalah bukti rumor dan tidak dapat diterima, karena orang yang melihat langsung tidak diperiksa, maka bukti ini tidak bisa diajukan untuk diperiksa dan diterima di persidangan. Demikian pula dengan bukti yang didapat dari pengakuan, hakim dapat melarang bukti itu untuk digunakan, jika ia menganggap pengakuannya diperoleh dengan ancaman atau sogokan. Rambu-rambu ini penting diberlakukan, tetapi jelas pula bahwa peraturan ini bisa mempengaruhi evaluasi kebenaran. Mencari kebenaran juga bisa “dipengaruhi” melalui kegiatan yang lebih halus dan tidak kasat mata dalam sistem peradilan. Persidangan dibuat untuk memproses mereka yang bersalah, dan kebanyakan orang disidangkan divonis bersalah [ini label yang biasa diberlakukan terhadap terdakwa]. Dalam sebuah persidangan 80 s.d. 90% kasus akan berakhir dengan vonis seorang terdakwa dinyatakan bersalah, sedang yang divonis tidak bersalah sangat jarang terjadi di Pengadilan, maka ada pepatah “tidak ada asap kalau tidak ada api”…. “jika ia tidak melakukan pelanggaran ini, ia mungkin melakukan pelnggaran yang lain”. Walaupun ada asumsi yang mengatakan bahwa “tidak bersalah sampai dibuktikan bersalah”, dalam sistem yang terjadi sekarang bagi proses persidangan yang terjadi sekarang adalah sebaliknya, yang berlaku adalah “anda bersalah, kecuali anda bisa membuktikan sebaliknya”.
Oleh sebab itu jika anda hadir dalam suatu persidangan untuk memberikan kesaksian anda harus menyadari bahwa persidangan tidak menaruh perhatian pada kebenaran bersalah atau tidak bersalah, namun hanya memperhatikan kualitas kesaksian yang akan anda sampaikan. Hal penting lain yang perlu untuk disadari bahwa dalam sistem peradilan kita, anda mungkin akan ditanyakan bukti-bukti yang anda miliki namun bukan untuk menemukan kebenaran, melainkan hanya untuk menguatkan kualitas kesaksian anda. Karena itu jika anda hendak memberikan bukti yang berguna dan akurat, anda harus memiliki kecakapan agar dapat mengajukan bukti secara jelas, anda harus mempelajari bagaimana menghadapi pengacara [lawan] yang tentunya akan bertujuan untuk membuat anda bingung dan kualitas kesaksian anda akan menjadi buram [tak berkualitas / tak berguna].
Dalam hal menghadiri persidangan : situasi di ruang sidang sangat formal dan mempunyai peraturan yang sangat ketat. Untuk menjadi saksi yang efektif, penting bagi anda untuk memahami aturan main di pengadilan [hal ini dapat anda konsultasikan / tanyakan kepada pengacara yang anda percaya]. Langkah termudah untuk memahaminya adalah dengan mengamati persidangan secara langsung, yang dengan demikian rasa cemas untuk hadir di persidangan dapat diatasi.
Dalam hukum acara persidangan [perdata maupun pidana] di Indonesia, saksi atas suatu kejadian faktual atau saksi yang melihat, mendengar, mengalami langsung suatu fakta yang akan memberikan kesaksiannya di persidangan, tidak diizinkan untuk melihat jalannya persidangan ketika seorang saksi [lain] sedang diperiksa, sampai saksi yang diperiksa tersebut selesai memberi kesaksian. Mengapa? Karena jika saksi ini melihat dan mendengar jalannya persidangan, maka ia akan terbiasa dengan lingkungan ruang sidang yang kaku dan formil ini, lingkungan ini merupakan tempat kerja sehari-hari bagi anggota utama persidangan seperti hakim, jaksa, advokat, panitera dan [mungkin juga] terdakwa. Disini mereka semua merasa seperti di dalam rumah sendiri, sering kali hanya saksi yang merasa tidak nyaman.
Ketika anda memberi kesaksian, anda harus berusaha keras untuk menyesuaikan diri dengan aturan main persidangan. Salah satu aturan penting adalah tentang cara berpakaian. Toga berwarna gelap [hitam] adalah pakaian standar bagi para praktisi hukum di ruang sidang. Penelitian terhadap keterangan saksi-saksi menunjukkan bahwa mereka yang berpakaian gelap, pakaian konservatif, dianggap serius dan berpengetahuan. Bukti yang diberikan dianggap lebih berbobot dan diterima dengan lebih serius. Jika anda mengenakan hiasan yang berkilauan, arloji mewah, ada kemungkinan anda akan menyinggung atau mengalihkan perhatian dari disposisi yang konservatif, apabila ini terjadi bisa tercipta kemungkinan kesaksian anda akan tidak berkualitas atau dianggap tidak berbobot.
Ketika anda memberi kesaksian, anda akan diminta untuk bersumpah atau berjanji. Inilah saat dimana anda bisa mendengar suara anda sendiri di ruang sidang. Ruang sidang bisa merupakan tempat yang [agak] bising, jadi penting bagi anda untuk bersuara jelas dan lantang, agar semua yang berkepentingan bisa mendengar apa yang akan anda bicarakan / sampaikan. Tetapi yang paling penting, jika anda berbicara dengan yakin dan tegas, keterangan / kesaksian anda akan ditanggapi dengan lebih serius.


Kualitas Saksi


Dalam suatu persidangan pidana yang saya amati di suatu pengadilan negeri di Jakarta, sesuai prosedur hukum-acara saksi dalam setiap perkara perdata maupun pidana, akan ditanyakan identitas, agama dan sebagainya, selanjutnya saksi-saksi diminta untuk mengucapkan lafal sumpah atau berjanji dihadapan majelis hakim, untuk memberi kesaksian dan/atau keterangan "yang sebenar-nya tidak lain dari pada yang sebenarnya" [kutipan lafal yang harus diucapan oleh saksi sebelum memberikan kesaksian].
Persidangan yang saya amati disini rupanya suatu perkara yang menjadi sorotan publik, sehingga ruang-sidang dilengkapi dengan atribut elektronik berupa pengeras suara [microphone & speaker] agar para pengunjung, atau penegak hukum [Jaksa, Hakim, Advokat] bisa mendengar jelas apa yang ditanyakan & yang diucapkan oleh saksi ketika memberikan kesaksian dalam persidangan.
Dalam suatu perkara pidana, seperti biasa Jaksa Penuntut Umum mengajukan beberapa orang saksi, dimana Ketua majelis hakim karena jabatannya, dan bertujuan untuk memperoleh keterangan saksi se-obyektif mungkin, akan meminta dan/atau memerintahkan salah-satu saksi berada diluar sidang, dan selanjutnya persidangan akan memeriksa saksi-satu-persatu.
  • UU-81-1981 : HAPID Pasal 172 [1] : Setelah saksi memberi keterangan maka terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan kepada hakim ketua sidang, agar di antara saksi tersebut yang tidak mereka kehendaki kahadirannya, dikeluarkan dari ruang sidang, supaya saksi lainnya dipanggil masuk oleh hakim ketua sidang untuk didengar katerangannya, baik seorang demi seorang maupun bersama-sama tanpa hadirnya saksi yang dikeluarkan tersebut.

Sebagaimana pengamatan kami selaku advokat, dalam praktek persidangan perdata maupun pidana di Pengadilan Negeri, setelah saksi diangkat sumpah, majelis hakim akan memerintahkan salah satu saksi untuk tinggal di ruang sidang [untuk diperiksa] dan saksi lain [saksi-2] diperintahkan untuk segera keluar ruang sidang dan selanjutnya :
  1. persidangan akan memeriksa saksi-1 hingga tuntas ; kemudian
  2. persidangan akan melanjutkan memeriksa saksi-2 hingga tuntas dan selesai.
Ketika point ke-1 selesai, ada saksi yang diperkenankan untuk boleh mengikuti jalannya persidangan dan duduk di bangku pengunjung, atau boleh juga saksi-1 keluar & tidak mengikuti pemeriksaan saksi-2. Tindakan menempatkan saksi-2 diluar ruang sidang bertujuan agar saksi-2 [atau saksi selanjutnya] :
  1. Tidak bisa mendengar berbagai pertanyaan yang diajukan dalam persidangan terhadap saksi-1, dan
  2. Saksi-2 tidak dapat bisa memberikan kesaksian atau mencontoh keterangan yang diberika oleh saksi-1.
  3. Apabila saksi-2 setelah dipisah dan tidak bisa mendengarkan keterangan saksi-1 tetap memberi keterangan yang sama dengan saksi-1 atas sebuah pertanyaan yang sama, hal ini mengartikan bahwa fakta yang diperoleh berdasarkan keterangan saksi-saksi adalah benar fakta hukum tak terbantah [benar-benar obyektif].
Sehubungan adanya perlengkapan elektronik pengeras suara yang dipergunakan dalam proses pemeriksaan di persidangan, hal ini berdampak positif yaitu setiap orang dapat mendengar jelas materi pertanyaan dan jawaban yang diajukan oleh Hakim, Jaksa dan Advokat terhadap seorang saksi. Sedemikian jelasnya suara tersebut terdengar, sehingga dapat pula didengar oleh orang-orang diluar ruang sidang, dan tentunya suara tersebut dapat pula terdengar oleh saksi-2 yang saat diperintahkan menunggu di luar ruang sidang. Dengan terjadinya keadaan ini [saksi-2 bisa mendengar segala bentuk pertanyaan yang tercipta dan terjadi di ruang sidang], kami berpendapat bahwa tujuan menempatkan saksi-2 diluar ruang sidang sia-sia, karena saksi-2 mempunyai kesempatan mendengar jelas berbagai pertanyaan yang sedang diajukan kepada saksi-1, dan keadaan ini bisa memiliki dampak :
1. Saksi-2 bisa memprediksi pertanyaan yang mungkin muncul dan akan diajukan kepadanya ;
2. Saksi-2 akan berupaya mempersiapkan jawaban kesaksian, baik itu kesaksian yang menyerupai atau-pun bertentangan dengan saksi-1 ; atau
3. kemungkinan terburuk akan mempengaruhi bobot kebebasan dan kemandirian saksi-2, jika ia terpengaruh keterangan yang diberikan oleh saksi-1 atau karena ia bisa mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Hakim, Jaksa & Advokat ketika persidangan berlangsung.
  • Butir ke-1, ke-2 & ke-3, kami berpendapat bahwa saksi jenis ini sudah tidak merupakan saksi yang bebas & mandiri [sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 5 UU-13-2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban : Saksi berhak untuk [c] memberi keterangan tanpa tekanan], kami tafsirkan disini bahwa saksi harus dalam kondisi bebas, termaksud tidak boleh terpengaruh oleh suara yang muncul dari ruang sidang melalui pengeras suara

Sekedar saran dari fakta sederhana ini dan dengan tetap memanfaatkan teknologi pengeras suara, sebaiknya Pengadilan Negeri mempersiapkan 1 ruang khusus yang kedap suara dan dibuat senyaman mungkin bagi para saksi untuk menunggu. Atau, Pengadilan bisa mempersiapkan cara-cara lain agar saksi yang menunggu diluar ruang sidang, semaksimal mungkin tidak bisa mendengar jalannya persidangan. Saran ini sederhana, namun baik untuk bisa dilaksanakan, karena kebebasan dan kemandirian saksi sangat penting, dimana saksi adalah salah-satu unsur agar bisa tercapainya putusan obyektif melalui prosedur persidangan di Pengadilan, terlebih lagi bagi suatu perkara yang menjadi sorotan masyarakat maupun pers.


No comments:

Post a Comment

LPK Nasional Indonesia Kota Pasuruan
Menjalankan Visi, Misi dan Mekanisme LPKNI dengan segala konsekuensi yang berasaskan keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta berupaya untuk menciptakan kepastian hukum di Indonesia.

Tinggalkan Pesan dan /atau Komentar Anda ;