Pages

Tuesday, October 30

CONDITIONS problem


Anda terjebak masalah .. Kontroversi .. ??? LPK Nasional Indonesia punya pemusnahnya .. " Temperance " Ketenangan dan keseimbangan salah satunya harus konsekuensi, Perlu memiliki kesabaran untuk acara di sekitar Anda saat mereka yang lain mencoba bermain keluar (Diskriminasi). jaga Moderasi. Akomodasi. Refleksi pada kehidupan Anda demi keamanan dan keselamatan, Kematangan. Menggambar emosi dan berhenti bereaksi berlebihan terhadap kekuatan-kekuatan luar itu. Kontemplasi dan refleksi atas peristiwa, ekspansi , hubungan dan kerja akan menjadi kekuatan menenangkan dalam kekacauan. Kemungkinan untuk mengatasi kecanduan substansi, orang atau hubungan sekelompok tertentu. Obsesi lewat. Agar dikembalikan. Bawalah ketenangan untuk pola pikiran dan perilaku anda. Kemudian sebuah masa damai mulai mendekat pada anda,, itulah nilai utama dan profesional anda,, intelektual dan imajinasi_ ( by' LPK Nasional Indonesia ( Pasuruan )Gnq Dams

Photobucket

SEDIKIT CUPLIKAN TENTANG PELAKSANAAN WASIAT



Seorang manusia dalam hidupnya mengalami tiga peristiwa penting, yaitu waktu dilahirkan, perkawinan, dan pada waktu ia meninggal dunia.
Ketika manusia meninggal dunia, maka beralihlah segala yang ditinggalkan si almarhum kepada anggota keluarga yang ditinggalkan. Dalam KUHPerdata dikenal dua Cara untuk menjadi ahli waris, yaitu menurut Undang-undang dan penunjukan dalam surat wasiat atau testament. Dalam hal mewaris dengan ketentuan testamen, pewaris dapat menentukan siapa-siapa yang dapat menggantikan atas harta kekayaan yang ditinggalkannya. Pewasiat juga dapat mengangkat seseorang sebagai pelaksana wasiat yang bertugas mengawasi bahwa wasiat itu dilaksanakan sesuai dalam surat wasiat.
Seorang pelaksana wasiat berkewajiban untuk menyelenggarakan sebaik-baiknya kepentingan ahli waris yang dipercayakan kepadanya oleh si pewaris. Pelaksanaan atas suatu wasiat bagi ahli warisnya dalam suatu kasus, mungkin terdapat masalah, misalkan apakah tindakan pelaksana wasiat dalam suatu kasus telah sesuai dengan isi wasiat. Mengapa Pengadilan dapat menetapkan pelaksana wasiat berhak untuk menjual obyek wasiat si penerima wasiat.
Apapun alasannya, siapapun yang menjadi pelaksana wasiat adalah salah jika pelaksana wasiat melanggar isi dari wasiat dan bertindak atas kemauannya sendiri sehingga merugikan kepentingan si penerima wasiat dan menerima hasil penjualan warisan tersebut untuk kepentingan pribadinya.
Dalam hal memberikan penetapan, Hakim tidak berdasarkan pada kepentingan si pewaris dalam wasiatnya, hak ahli waris atas wasiat si pewaris dan aturan-aturan yang membatasi hak dan kewajiban seorang pelaksanan wasiat. Oleh karenanya, ajakan bagi kita semua [terutama sarjana hukum dan praktisi hukum] untuk kembali mendalami hukum waris sehingga dapat memberikan penerangan serta penjelasan yang baik mengenai hukum waris kepada masyarakat.

Photobucket

Hukum Waris Islam

Hukum Waris adalah suatu hukum yang mengatur peninggalan harta seseorang yang telah meninggal dunia diberikan kepada yang berhak, seperti keluarga dan masyarakat yang lebih berhak.
Hukum Waris yang berlaku di Indonesia ada tiga yakni: Hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam dan Hukum Waris Perdata. Setiap daerah memiliki hukum yang berbeda-beda sesuai dengan sistem kekerababatan yang mereka anut.

 

Hukum Waris Islam

Hukum Waris Islam adalah suatu hukum yang mengatur pembagian harta peninggalan seseorang yang berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis.
Sumber utama dalam Hukum Waris Islam adalah Al Quran surat An-Nisa' ayat 11-12,

BAHAR DAN LITRA

bahar katam adalah anggota keluarga yang memiliki hak atas harta peninggalan seorang yang meninggal dunia, yaitu :
  • Laki-laki :
    1. Anak laki-laki
    2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki
    3. Ayah
    4. Kakek / ayahnya ayah
    5. Saudara kandung
    6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki
    7. Suami
    8. Paman
    9. Anak dari paman laki-laki
    10. Laki-laki yang memerdekakan budak
  • Perempuan :
    1. Anak perempuan
    2. Cucu perempuan dari anak laki-laki
    3. Ibu
    4. Nenek
    5. Saudari kandung
    6. Istri
    7. Wanita yang memerdekakan budak

Photobucket

JAMINAN FIDUSIA


Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda.


Dalam praktek pekerjaan pemeriksaan di lapangan (audit field work) sering kita temukan istilah Fidusia dan Jaminan Fidusia seperti misalnya ketika melakukan pemeriksaan atas akun pinjaman bank maupun pinjaman dari perusahaan pembiayaan. Mungkin diantara kita ada yang belum begitu memahami istilah ini. Berikut sedikit pembahasan terkait dengan masalah Fidusia dan Jaminan Fidusia yang saya peroleh dari buletin Business News.

Pengaturan sebelum diundangkannya Undang-undang No. 42 tahun 1999
Ketika terjadi krisis dalam bidang hukum jaminan pada pertengahan sampai dengan akhir abad 19, telah terjadi pertentangan berbagai kepentingan. Krisis mana ditandai dengan permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan pertanian yang melanda negara Belanda bahkan seluruh negara-negara di Eropa. Seperti telah disebut di atas kemudian lahirlah lembaga jaminan fidusia yang keberadaannya didasarkan pada yurisprudensi.
Sebagai salah satu jajahan negara Belanda, Indonesia pada waktu itu juga merasakan imbasnya. Untuk mengatasi masalah itu lahirlah peraturan tentang ikatan panen atau Oogstverband (Staatsblad 1886 Nomor 57). Peraturan ini mengatur mengenai peminjaman uang, yang diberikan dengan jaminan panenan yang akan diperoleh dari suatu perkebunan. Dengan adanya peraturan ini maka dimungkinkan untuk mengadakan jaminan atas barang-barang bergerak, atau setidak-tidaknya kemudian menjadi barang bergerak, sedangkan barang-barang itu tetap berada dalam kekuasaan debitor.
Seperti halnya di Belanda, keberadaan fidusia di Indonesia, diakui oleh yurisprudensi berdasarkan keputusan Hoogge-rechtshof (HGH) tanggal 18 Agustus 1932. Kasusnya adalah sebagai berikut :
Pedro Clignett meminjam uang dari Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) dengan jaminan hak milik atas sebuah mobil secara kepercayaan. Clignett tetap menguasai mobil itu atas dasar perjanjian pinjam pakai yang akan berakhir jika Clignett lalai membayar utangnya dan mobil tersebut akan diambil oleh BPM. Ketika Clignett benar-benar tidak melunasi utangnya pada waktu yang ditentukan, BPM menuntut penyerahan mobil dari Clignett, namun ditolaknya dengan alasan bahwa perjanjian yang dibuat itu tidak sah. Menurut Clignett jaminan yang ada adalah gadai, tetapi karena barang gadai dibiarkan tetap berada dalam kekuasaan debitor maka gadai tersebut tidak sah sesuai dengan Pasal 1152 ayat (2) Kitab Undang-undang Perdata. Dalam putusannya HGH menolak alasan Clignett karena menurut HGH jaminan yang dibuat antara BPM dan Clignett bukanlah gadai, melainkan penyerahan hak milik secara kepercayaan atau fidusia yang telah diakui oleh Hoge Raad dalam Bierbrouwerij Arrest. Clignett diwajibkan untuk menyerahkan jaminan itu kepada BPM.
Pada waktu itu, karena sudah terbiasa dengan hukum adat, penyerahan secara constitutum possessorium sulit dibayangkan apalagi dimengerti dan dipahami oleh orang Indonesia. Dalam prakteknya, dalam perjanjian jaminan fidusia diberi penjelasan bahwa barang itu diterima pihak penerima fidusia pada tempat barang-barang itu terletak dan pada saat itu juga kreditor menyerahkan barang-barang itu kepada pemberi fidusia yang atas kekuasaan penerima fidusia telah menerimanya dengan baik untuk dan atas nama penerima fldusia sebagai penyimpan.
Walaupun demikian, sebenarnya konsep constitutum posses-sorium ini bukan hanya monopoli hukum barat saja. Kalau kita teliti dan cermati, hukum adat di Indonesia pun mengenal konstruksi yang demikian. Misalnya tentang gadai tanah menurut hukum adat. Penerima gadai biasanya bukan petani penggarap, dan untuk itu ia mengadakan perjanjian bagi hasil dengan petani penggarap (pemberi gadai). Dengan demikian pemberi gadai tetap menguasai tanah yang digadaikan itu tetapi bukan sebagai pemilik melainkan sebagai penggarap.

Setelah adanya keputusan HGH itu, fidusia selanjutnya berkembang dengan baik di samping gadai dan hipotek.

Perkembangan selanjutnya
Dalam perjalanannya, fidusia telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Perkembangan itu misalnya menyangkut kedudukan para pihak. Pada zaman Romawi dulu, kedudukan penerima fidusia adalah sebagai pemilik atas barang yang difidusiakan, akan tetapi sekarang sudah diterima bahwa penerima fidusia hanya berkedudukan sebagai pemegang jaminan saja.
Tidak hanya sampai di situ, perkembangan selanjutnya juga menyangkut kedudukan debitor, hubungannya dengan pihak ketiga dan mengenai objek yang dapat difidusiakan. Mengenai objek fidusia ini, baik Hoge Raad Belanda maupun Mahkamah Agung di Indonesia secara konsekuen berpendapat bahwa fidusia hanya dapat dilakukan atas barang-barang bergerak. Namun dalam praktek kemudian orang sudah menggunakan fidusia untuk barang-barang tidak bergerak. Apalagi dengan berlakunya Undang-undang Pokok Agraria (UU Nomor 5 tahun 1960) perbedaan antara barang bergerak dan tidak bergerak menjadi kabur karena Undang-undang tersebut menggunakan pembedaan berdasarkan tanah dan bukan tanah.
Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia objeknya adalah benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.


BEBERAPA PENGERTIAN POKOK YANG DIATUR DALAM UNDANG-UNDANG JAMINAN FIDUSIA
Pasal 1 Undang-undang Fidusia memberikan batasan dan pengertian sebagai berikut :
Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya. Piutang adalah hak untuk menerima pembayaran. Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek.
Pemberi Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia. Penerima Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan Jaminan Fidusia.
Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, baik dalam mata uang Indonesia ataupun mata uang lainnya, baik secara langsung maupun kontinjen.
Kreditor adalah pihak yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-undang. Debitor adalah pihak yang mempunyai utang karena perjanjian atau Undang-undang.
Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi“.
Dari definisi yang diberikan jelas bagi kita bahwa Fidusia dibedakan dari Jaminan Fidusia, dimana Fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan dan Jaminan Fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia. Ini berarti Pranata jaminan fidusia yang diatur dalam Undang-undang No. 42 Tahun 1999 ini adalah pranata jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam fiducia cum creditore contracta di atas.
Dalam kehidupan sehari-hari, sebelum berlakunya Undang-undang No. 42 Tahun 1999, selama ini kita mengenal lembaga jaminan fidusia dalam bentuk “fiduciaire eigendomsoverdracht” atau disingkat FEO yang berarti pengalihan hak milik secara kepercayaan. Pranata jaminan FEO ini timbul berkenaan dengan ketentuan dalam pasal 1152 ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Kitab Undang-undang Perdata) yang mengatur tentang gadai. Sesuai dengan pasal ini kekuasaan atas benda yang digadaikan tidak boleh berada pada pemberi gadai. Larangan tersebut mengakibatkan bahwa pemberi gadai tidak dapat mempergunakan benda yang digadaikan untuk keperluan usahanya.

Photobucket

PENGADUAN YANG SERING DI TANGANI LPK NASIONAL INDONESIA




I. PERBANKAN
  • Rumah di ancam lelang melalui KPKNL
  • Rumah di lelang secara sepihak oleh pelaku usaha berdasarkan Hak tanggungan
  • Gugatan Melalui Pengadilan (perbuatan melawan hukum)
  • Bukan Bank mengaku Bank
  • Terkait Akte Pembebanan Hak tanggungan/ Hak Tanggungan
  • Debitur meninggal dunia ahli waris tetap di tagih hutang
  • Utang- piutang dengan jaminan SHM dibebani bunga yang tidak lazim
  • Ekonomi seret meminta Penangguhan kewajiban Pembayaran Utang
  • Mengajukan pelunasan dengan keringanan
  • Tagihan Kartu kredit oleh pihak ketiga (debt collector) dengan ancaman, teror, via telepon atau datang di luar jam kerja (malam hari)
II. LEMBAGA PEMBIAYAAN (FINANCE)
  • Perampasan Kendaraan di jalan dengan dalil konsumen menunggak angsuran.
  • Konsumen menunggak lebih dari 3 (tiga) angsuran membayar 1 (satu) angsuran di tolak oleh pihak Finance.
  • Perampasan Kendaraan dengan model tipu muslihat yaitu konsumen diajak ke kantor finance dan pada akhirnya kendaraan tidak bisa di bawa pulang.
  • Konsumen di laporkan pihak Finance ke POLRES dengan tudahan penggelapan, menggadaikan kendaraan tanpa ijin Finance,
  • Sertifikat Jaminan Fidusia yang salah kaprah / Fidusia Palsu
  • Kendaraan hilang konsumen tetap membayar
  • Pengurusan Asuransi yang berbelit- belit
  • Perusahaan Pembiayaan manipulasi istialh Finance dengan leasing (sewa beli) kepada konsumen agar mau menyerahkan kendaraan
III. KOPERASI
  • Bahwa berdasarkan UU yang dapat diberi pinjaman adalah anggota / calon anggota.
  • Rentenir berkedok Koperasi
  • Hak- hak Anggota sebagai anggota Koperasi di matikan digantikan dengan sebutan debitur supaya seakan- akan mirip perbankan.
  • Koperasi Simpan Pinjam merampas jaminan Anggotanya sendiri, dengan dalil pinjaman menunggak baik berupa kendaraan dengan jaminan BPKB atau mengusir pemilik rumah yang jaminanya SHM.
  • Bunga di Koperasi yang mencekik leher.
  • Koperasi liar
  • Seseorang yang memiliki usaha koperasi yang begitu banyak atau mafia koperasi di setiap kota dangan dalil ijin (Badan Usaha) dari Pemerintah Propinsi.
  • Persengkongkolan jahat pengurus koperasi dengan pihak Dinas koperasi (RAT fiktif) dan anggota koperasi Fiktif
IV. Makanan dan Minuman
  • Terkait warung yang tidak mencantumkan daftar harga makanan sehingga merugikan konsumen dengan harga yang di mark up ketika konsumen dilihat bukan penduduk setempat.
  • makanan/minuman yang menggunakan bahan tambahan pangan yang berbahaya.
  • Pelaku usaha yang mengurangi timbangan dengan cara menambah beban pada timbangan.
  • Produk Kedaluwarsa
  • tidak menggunakan label
  • Garansi produk yang ada tulisannya saja tidak pernah ada dan konsumen di tolak dengan berbagai alasan untuk menghindar dari kewajiban Garansi.
  • Minimarket yang melanggar peraturan Kemendag RI
V. Konsumen Obat dan berbagai pelayanan Kesehatan
  • Malpraktek rumah sakit (salah dalam memberikan pelayanan kesehatan)
  • Rumah sakit belum terakreditasi
  • Keputusan dokter yang mewajibkan konsumennya untuk mengkosumsi obat tertentu / merek tertentu dengan maksud menguntungkan pribadi dokter karena komisi dari perusahaan farmasi / dan atau dapat komisi dari pihak Apotik.
  • Anjuran dokter untuk melakukan operasi hanya untuk kepentingan komersial belaka, korbannya banyak Ibu melahirkan anak secara operasi padahal dalam audit kedokteran bisa lahir tanpa operasi.
  • Obat palsu / obat tradisional yang dicampur dengan kimia obat
  • Dokter yang praktek lebih dari satu tempat
  • Rumah sakit yang menolak pasien miskin
VI. Kategori layanan Publik dan Jasa lainya
  • Mengalami kesulitan membayar pajak kendaraan bermotor yang kredit di finance pada posisi menunggak / tidak mendapat surat keterangan / di tolak pihak Samsat setempat.
  • Listrik di putus pihak PLN dan meterannya di bawa oleh petugas padahal meteran tersebut sudah dibeli/ dibayar waktu pemasangan listrik yang pertama.
  • Meteran listrik yang boros dengan kwh yang sama dengan tetangga tetapi bayarnya lebih mahal karena patut diduga dari dulu hingga sekarang tidak pernah ada tera meteran.
  • Terkait dengan pelayanan penerbangan, tiket hangus, kehilangan barang dibagasi pesawat, jadwal tidak tepat waktu dll.
  • Bus Patas yang kursinya rapat melanggar ketentuan Dishub atau Bus yang kondisinya tidak layak
  • Konsumen jasa pendidikan terkait sekolah yang menjanjikan berbagai fasilitas ternyata tidak terbukti.
  • Terkait jasa Advokad / jasa hukum yang sudah menerima pembayaran namun di ketahui perpihak kepada lawannya pemberi kuasa dan perkara di telantarkan tidak diurusi.
  • Terkait dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) berbagai layanan pada pemerintah dan swasta.
  • Barang yang tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI)
VII. Kategori Khusus
  • Perdagangan bursa efek
  • Perdagangan dengan Sistem Multilevel Marketing
  • Pembayaran elektronik dan e-banking
  • Rekayasa genetika untuk sayuran dan buah- buahan
  • Ecolabel
  • Perdagangan International dan Perdagangan bebas
  • Ekspor / Import
  • Persaingan usaha tidak sehat / monopoli / trust / kartel
  • Pencurian Pulsa dan pengaduan terkait HP
  • Hak cipta / Haki
  • Propaganda Iklan menyesatkan
  • Standarisasi Produk yang ber-SNI.

Photobucket