Pages

Thursday, October 18

S U R A T D A K W A A N & Pengadilan Tinggi tidak berhak merubah dakwaan”.

menurut hukum acara pidana, sepertipun yang termuat dalam KUHAP jo Undang-undang No. 8 Tahun 1981 mempunyai peranan yang sangat penting, karena surat dakwaan yang dibuat oleh Jaksa dalam kedudukannya sebagai Penuntut Umum menjadi dasar pemeriksaan disidang pengadilan. Kemudian surat dakwaan itu menjadi pula dasar dari putusan hakim (Majelis Hakim). Betapa pentingnya surat dakwaan itu dapat terlihat dari bunyi pasal 197 KUHP, dalam hal putusan pemidanaan, haruslah didasarkan kepada dakwaan sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan. Sebagai konsekuensi logis dari sifat dan hakikat surat dakwaan digariskan dalam KUHAP seperti dikemukakan diatas, musyawarah-terakhir untuk mengambil keputusan Majelis Hakim wajib mendasarkannya kepada isi surat dakwaan (pasal 182 ayat 4 KUHAP).

 Dari hal tersebut diatas jelas kiranya bahwa betapa pentingnya peranan yang dijalankan oleh surat dakwaan dalam proses pemeriksaan perkara pidan. Surat dakwaan dengan demikian merupakan dasar hukum acara pidana, sehingga seorang terdakwa yang diajukan ke depan persidangan atas dakwaan melakukan suatu kejahatan, akan diperiksa, diadili dan diputus atas dasar surat dakwaan yang telah disusun secara terperinci dan jelas oleh Jaksa selaku Penuntut Umum dan bukan oleh hakim seperti halnya diatur dalam HIR sebelum berlakunya Undang-undang No. 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kejaksaan RI.



Karena pentingnya surat dakwaan ini didalam pemeriksaan perkara sehingga walaupun terdakwa memang benar telah terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dirumuskan dalam dakwaan Jaksa, akan tetapi apabila ternyata perbuatan-perbuatan yang didakwaan dalam surat dakwaan Jaksa adalah tidak sesuai atau tidak selaras dengan teks aslinya dari rumusan delik yang didakwakan telah dilanggar oleh terdakwa maka dakwaan itu harus dinyatakan “tidak dapat diterima dan terdakwa harus segera dikeluarkan dari tahanan”.
Dalam rangka pembahasan tentang surat dakwaan ini, perlu dikatahui bahwa menurut pengetahuan dan juga yurisprudensi, surat dakwaan itu dapat disusun dan dirumuskan dala beberapa bentuk, yakni :

1. Dakwaan Tunggal.
Hal ini disusun dalam bentuk paling sederhana dalam hal seseorang atau lebih terdakwa disangka telah melakukan satu perbuatan atau satu tindak pidana saja. Misalnya melakukan tindak pidana “pencurian” jo pelanggaran, pasal 362 KUHAP.

2. Dakwaan Alternatief.
Memang benar dalam dakwaan itu sendiri tercantum beberapa perbuatan tetapi yang harus dapat dibuktikan adalah hanya satu perbuatan saja, dipilih diantara yang didakwakan itu satu (perbuatan). Sehubungan dengan hal tersebut, dakwaan ini  disebut pula “dakwaan pilihan”.
Dakwaan dengan cara ini dibuat dalam hal, Penuntut Umum ragu-ragu menerapkan pasal manakah dari perbuatan yang dilakukan terdakwa itu paling tepat sehingga dapat dibuktikan dalam persidangan nanti.
Dalam dakwaan alternatief ini masing-masing dakwaan akan saling mengecualikan satu sama lain. Hakim akan memilih salah satu perbuatan yang didakwakan terbukti menurut keyakinannya tanpa memeriksa dan memutus dakwaan lainnya.

3. Dakwaan Subsidair.
Seperti halnya apa yang dikemukakan diatas, dalam hal dapat diadakan pilihan diantara beberapa perbuatan yang ddakwakan disebut pula pendakwaan secara alternatief atau subsidair. Didalam praktek menurut Van Bemmelen kedua istilah ini seringkali dipergunakan secara campur aduk, akan tetapi pada hakekatnya diantara kedua bentuk itu terlihat ada perbedaannya yaitu pendakwaan secara alternatief dianggap sebagai pernyataan yang lebih luas dan mencakup pula pendakwaan secara subsidair dalam arti sempit.
Dalam hal pendakwaan secara alternatief hakim harus melakukan pilihan, untuk selanjtnya ia mempunyai kebebasan untuk menyatakan perbuatan sebagaimana dirumuskan kedua dinyatakan sebagai terbukti tanpa terlebih dahulu adanya kewajiban untuk menyatakan perbuatan yang pertama-tama didakwakan.
Lain halnya dalam hal pendakwaan subsidair dalam arti yang sesungguhnya, disini adanya maksud atau tujuan dari perumusan dakwaan bahwa hakim pertama-tama harus memeriksa perbuatan yang erdahulu dicantumkan dalam surat dakwaan, dakwaan primair itulah yang harus diperiksa dan dalam hal dakwaan primair ini tidak dapat dibuktikan barulah diperiksa dakwaan dibawahnya ataupun yang disebut “pendakwaan subsidair”.

4. Dakwaan Kumulatief.
Tidak ada satu ketentuanpun dalam KUHAP yang melarang diadakan pendakwaan lebih dari satu perbuatan, sehubungan dengan hal itu ada kemungkinan beberapa perbuatan tidak ada sangkut pautnya satu sama lain telah dilakukan seseorang pada saat-saat yang berlainan pula. Umpamanya saja, seseorang telah melakukan pencurian pada bulan Juli dan berbuat penipuan pada bulan Agustus dalam tahun yang sama, dalam hal yang demikian ini telah terjadi “meerdaadsesamenloop” atau “perbarengan perbuatan”. Beberapa perbuatan diminta supaya diadili secara sekaligus. Pada terdakawa dalam pendakwaan didakwakan beberapa (cumulatief) perbuatan.
Pembuatan surat dakwaan diatas harus memenuhi dua syarat yang pokok yaitu :
a)      Syarat Formal
Surat dakwaan mutlak harus berisi syarat-syarat formal ini, meskipun demikian, jika tidak dipenuhi syarat-syarat formal ini, tidak diancam pembatalan.
Syarat-syarat formal dibuat dalam surat dakwaan adalah guna dapat meneliti “identitas”, apakah benar terdakwa inilah yang harus dihadapkan ke sidang pengadilan ataukah orang lain. Yang terpenting adalah bahwa surat dakwaan itu harus disampaikan kepada :
-  Tersangka atau kuasanya (penasehat hukumnya).
-  Penyidik.
Pasal 143 ayat (2) KUHAP menentukan bahwa Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani, berisikan nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama serta pekerjaan tersangka.
b)      Syarat Materiil.
Menurut ketentuan perundang-undangan, tidak dipenuhinya syarat materiil ini dalam dakwaan, membawa akibat batalnya dakwaan.
Adapun syarat materiil ini adalah berupa “uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan”.
Pentingnya penyebutan waktu dan tempat dlam surat dakwaan adalah untuk menentukan pengadilan yang manakah yang berwenang mengadili dan juga untuk membuktikan ketika terdapat alibi (berada ditempat lain) dari terdakwa saat dalam proses persidangan.

Photobucket

TUJUAN HUKUM ( teori optatiif )

 Tujuan hukum (teori optatiif)

Menurut Aristoteles sebagai pendukung teori etis, bahwa tujuan hukum utama adalah keadilan yang meliputi :
-   Distributive, yang didasarkan pada prestasi
-   Komunitatif, yang tidak didasarkan pada jasa
-   Vindikatif, bahwa kejahatan harus setimpal dengan hukumannya
-   Kreatif, bahwa harus ada perlindungan kepada orang yang kreatif
-   Legalis, yaitu keadilan yang ingin dicapai oleh undang-undang
  • Kepastian
Hans kelsen dengan konsepnya (Rule of Law) atau Penegakan Hukum. Dalam hal ini mengandung arti :
-   Hukum itu ditegakan demi kepastian hukum.
-   Hukum itu dijadikan sumber utama bagi hakim dalam memutus perkara.
-   Hukum itu tidak didasarkan pada kebijaksanaan dalam pelaksanaannya.
-   Hukum itu bersifat dogmatic.
  • Kegunaan
Menurut Jeremy Bentham, sebagai pendukung teori kegunaan, bahwa tujuan hukum harus berguna bagi masyarakat untuk mencapai kebahagiaan sebesar-besarnya.



  • Hukum tertulis atau hukum positif
Hukum posistif  atau Ius Constitutum yaitu hukum yang berlaku di daerah (negara) tertentu pada suatu waktu tertentu.
Contoh : UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
  • Hukum tidak tertulis
-   Hukum kebiasaan yaitu kebiasaan yang berulang-ulang dan mengikat para pihak yang terkait
-   Hukum adat adalah adat istiadat yang telah mendapatkan pengukuhan dari penguasa adat
-   Traktat atau treaty adalah perjanjian yang diadakan antar dua negara atau lebih dimana isinya mengikat negara yang mengadakan perjanjian tersebut.
-   Doktrin adalah pendapat ahli hukum terkemuka
-   Yurisprudensi adalah kebiasaan yang terjadi di pengadilan yang berasaskan “azas precedent” yaitu pengadilan memutus perkara mempertimbangkan putusan kasus-kasus terdahulu yang di putus (common law)

 

 Filsafat Hukum Dalam Kaitan Dengan Perundang-undangan

1. Pembukaan UUD 1945
  • Pembukaan alenia pertama, secara substansial mengandung pokok prikeadilan, konsep pemikiran yang mengarah kepada kesempurnaan dalam menjalankan hukum didalam kehidupan.
  • Pembukaan alenia kedua, adil dan makmur, merupakan implementasi dari tujuan hukum yang pada dasarnya yaitu memberikan kesejahteraan kepada masyarakat.
  • Pembukaan alenia ketiga, mengatur mengenai hubungan manusia dengan Tuhan atau penciptanya yang telah mengatur tatanan di dunia ini.
  • Pembukaan alenia keempat, mengenai lima sila dari Pancasila yang merupakan cerminan dari nilai-nilai bangsa yang diwariskan turun-temurun dan abstrak yang Pancasila merupakan kesatuan sistem yang berkaitan erat tidak dapat dipisahkan.
2. Undang-undang yaitu terdapat dalam Konsideran (pertimbangan) atau isinya(pasal-pasalnya)



Teori hukum
adalah disiplin hukum yang secara kritikal dalam perspektif interdisipliner menganalisis berbagai aspek dari hukum secara tersendiri dan dalam keseluruhannya, baik dalam konsepsi teoritikalnya maupun dalam pengolahan praktikalnya dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik dan penjelasan yang lebih jernih tentang bahan-bahan hukum tersaji.
Pokok kajian teori hukum :
  • Analisis hukum yaitu upaya pemahaman tentang struktur sistem hukum, sifat dan kaidah hukum, pengertian dan fungsi asas-asas hukum, unsure-unsur khas dari konsep yuridik (subyek hukum, kewajiba hukum, hak, hubungan hukum, badan hukum, tanggunggugat, dsb)
  • Ajaran metode yaitu metode dari ilmu hukum (dogmatik hukum), metode penerapan hukum (pembentukan hukum dan penemuan hukum), teori perundang-undangan, teori argumentasi yuridik (teori penalaran hukum).
  • Ajaran ilmu (epistemologi) dari hukum dengan mempersoalkan karakter keilmuan ilmu hukum
  • Kritik ideology yaitu kritik terhadap kaidah hukum positif, menganalisis kaidah hukum positif, menganalisis kaidah hukum untuk menampilkan kepentingan dan ideologi yang melatarbelakangi aturan hukum positif (undang-undang)
Filsafat hukum adalah filsafat yang objeknya khusus hukum

Photobucket

HAK ASASI TERSANGKA

Hak ASASI  Tersangka Untuk mendapat Bantuan HUKUM Dalam Sistem Peradilan Pidana
HAK ASASI TERSANGKA Untuk Mendapat Bantuan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidan
Pemberian beberapa hak-hak tertentu kepada tersangka dalam proses penyelesaian perkara pidana merupakan salah satu inovasi dalam KUHAP sebagai ketentuan hukum acara pidana. Inovasi tersebut dapat bersumber kepada Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970, yaitu tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang seperti diketahui, tidak saja mengandung restorasi terhadap kekuasaan kehakiman yang bebas, tetapi juga mengandung kerangka umum atau general framework dari lingkungan peradilan yang ada dengan Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi dan asas-asas mengenai Hukum Acara Pidana (Oemar Seno Adji, 1985: 31).
Salah satu hak yang diberikan kepada tersangka terdakwa dalam proses penyelesaian perkara pidana adalah hak untuk mendapatkan bantuan hukum, di samping beberapa hak lainnya seperti mendapat pemeriksaan, hak untuk diberitahukan kesalahannya, hak untuk segara diajukan ke pengadilan, hak untuk mendapatkan putusan hakim yang seadil-adilnya, hak untuk mendapat kunjungan keluarga dan lain-lain.
Bila dilihat sejarah hukum acara pidana di Indonesia, dapat diketahui bahwa hak mendapatkan bantuan hukum bagi tersangka/terdakwa itu telah mendapatkan pengaturannya dalam ketentuan hukum acara pidana yang lama, yaitu HIR atau yang lazim juga disebut dengan Reglemen Indonesia yang dibarui (Rbg). Dalam peraturan ini hak tersebut diatur dalam Pasal 250 dan 254, yang memberikan hak tersebut pada tersangka yang diancam dengan pidana mati serta hak tersangka untuk menghubungi pembelanya setelah berkasnya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri.
Hak untuk mendapatkan bantuan hukum bagi tersangka/terdakwa itu juga mendapatkan pengaturannya di dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang kemudian dicabut dan diganti dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 (Pasal 35, 36 dan 37) dan selanjutnya diatur dalam Pasal 69 – 74 KUHAP. Tentang Bantuan Hukum tersebut dikatakan dalam Pasal 69 antara lain adalah: “Penasehat hukum berhak menghubungi tersangka sejak saat ditangkap atau ditahan pada semua tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan dalam Undang-undang”. Dalam menciptakan suatu Undang-undang tentunya dilandasi sejumlah pemikiran dasar. Dan sering terjadi bahwa pemikiran dasar yang menjadi landasan diciptakannya suatu Undang-undang tidak tampak dalam pelaksanaan dari Undang-undang tersebut (Loebby Loqman, 1990: 10).Begitu pula dengan pengaturan beberapa lembaga tertentu di dalam Hukum Acara Pidana, termasuk pengaturan hak tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum dalam proses penyelesaian perkara pidana.
Bila diperhatikan lebih jauh ketentuan acara pidana yang pernah berlaku, terdapat perbedaan mendasar antara HIR dengan peraturan-peraturan lain, khususnya dalam hal mengatur hak mendapatkan bantuan hukum. Di dalam HIR hak tersebut baru diperoleh seorang tersangka setelah perkaranya sampai ke Pengadilan. Sementara dalam proses penyidikan hak tersebut tidak dapat dinikmati oleh tersangka. Tidak diaturnya hak mendapatkan bantuan hukum bagi tersangka dalam proses penyidikan itu, dalam praktek sering menimbulkan akses yang tidak baik, seperti penggunaan kekerasan oleh aparat penegak hukum mengejar pengakuan tersangka. Apabila di dalam HIR pengakuan tersangka adalah bukti yang utama, karena diletakkan pada urutan pertama dari alat-alat bukti yang lain. Untuk mendapatkan pengakuan tersebut maka penegak hukum akan melakukan tindakan apapun, tanpa takut dikenal sanksi karena sistem pemeriksaannya adalah sistem tertutup, dimana tersangka tidak didampingi oleh penasehat hukumnya.
Mengantisipasi akses tersebut serta karena ketentuan Hukum Acara Pidana kita kemudian lebih berorientasi kepada hak-hak asasi manusia, maka di dalam ketentuan-ketentuan sesudahnya hak mendapatkan bantuan hukum itu kemudian diberikan kepada tersangka sejak permulaan pemeriksaan perkaranya. Dalam arti bahwa sejak pemeriksaan tahap penyidikan, seorang tersangka berhak untuk didampingi seorang penasehat hukum.

Photobucket