menurut hukum acara pidana, sepertipun yang termuat dalam
KUHAP jo Undang-undang No. 8 Tahun 1981 mempunyai peranan yang sangat
penting, karena surat dakwaan yang dibuat oleh Jaksa dalam kedudukannya
sebagai Penuntut Umum menjadi dasar pemeriksaan disidang pengadilan.
Kemudian surat dakwaan itu menjadi pula dasar dari putusan hakim
(Majelis Hakim). Betapa pentingnya surat dakwaan itu dapat terlihat dari
bunyi pasal 197 KUHP, dalam hal putusan pemidanaan, haruslah didasarkan
kepada dakwaan sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan. Sebagai
konsekuensi logis dari sifat dan hakikat surat dakwaan digariskan dalam
KUHAP seperti dikemukakan diatas, musyawarah-terakhir untuk mengambil
keputusan Majelis Hakim wajib mendasarkannya kepada isi surat dakwaan
(pasal 182 ayat 4 KUHAP).
Dari hal tersebut diatas jelas kiranya bahwa betapa pentingnya peranan
yang dijalankan oleh surat dakwaan dalam proses pemeriksaan perkara
pidan. Surat dakwaan dengan demikian merupakan dasar hukum acara pidana,
sehingga seorang terdakwa yang diajukan ke depan persidangan atas
dakwaan melakukan suatu kejahatan, akan diperiksa, diadili dan diputus
atas dasar surat dakwaan yang telah disusun secara terperinci dan jelas
oleh Jaksa selaku Penuntut Umum dan bukan oleh hakim seperti halnya
diatur dalam HIR sebelum berlakunya Undang-undang No. 15 Tahun 1961
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kejaksaan RI.
Karena pentingnya surat dakwaan ini
didalam pemeriksaan perkara sehingga walaupun terdakwa memang benar
telah terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dirumuskan dalam dakwaan
Jaksa, akan tetapi apabila ternyata perbuatan-perbuatan yang didakwaan
dalam surat dakwaan Jaksa adalah tidak sesuai atau tidak selaras dengan
teks aslinya dari rumusan delik yang didakwakan telah dilanggar oleh
terdakwa maka dakwaan itu harus dinyatakan “tidak dapat diterima dan
terdakwa harus segera dikeluarkan dari tahanan”.
Dalam rangka pembahasan tentang surat
dakwaan ini, perlu dikatahui bahwa menurut pengetahuan dan juga
yurisprudensi, surat dakwaan itu dapat disusun dan dirumuskan dala
beberapa bentuk, yakni :
1. Dakwaan Tunggal.
Hal ini disusun dalam bentuk paling
sederhana dalam hal seseorang atau lebih terdakwa disangka telah
melakukan satu perbuatan atau satu tindak pidana saja. Misalnya
melakukan tindak pidana “pencurian” jo pelanggaran, pasal 362 KUHAP.
2. Dakwaan Alternatief.
Memang benar dalam dakwaan itu sendiri
tercantum beberapa perbuatan tetapi yang harus dapat dibuktikan adalah
hanya satu perbuatan saja, dipilih diantara yang didakwakan itu satu
(perbuatan). Sehubungan dengan hal tersebut, dakwaan ini disebut pula
“dakwaan pilihan”.
Dakwaan dengan cara ini dibuat dalam hal,
Penuntut Umum ragu-ragu menerapkan pasal manakah dari perbuatan yang
dilakukan terdakwa itu paling tepat sehingga dapat dibuktikan dalam
persidangan nanti.
Dalam dakwaan alternatief ini
masing-masing dakwaan akan saling mengecualikan satu sama lain. Hakim
akan memilih salah satu perbuatan yang didakwakan terbukti menurut
keyakinannya tanpa memeriksa dan memutus dakwaan lainnya.
3. Dakwaan Subsidair.
Seperti halnya apa yang dikemukakan
diatas, dalam hal dapat diadakan pilihan diantara beberapa perbuatan
yang ddakwakan disebut pula pendakwaan secara alternatief atau
subsidair. Didalam praktek menurut Van Bemmelen kedua istilah ini
seringkali dipergunakan secara campur aduk, akan tetapi pada hakekatnya
diantara kedua bentuk itu terlihat ada perbedaannya yaitu pendakwaan
secara alternatief dianggap sebagai pernyataan yang lebih luas dan
mencakup pula pendakwaan secara subsidair dalam arti sempit.
Dalam hal pendakwaan secara alternatief
hakim harus melakukan pilihan, untuk selanjtnya ia mempunyai kebebasan
untuk menyatakan perbuatan sebagaimana dirumuskan kedua dinyatakan
sebagai terbukti tanpa terlebih dahulu adanya kewajiban untuk menyatakan
perbuatan yang pertama-tama didakwakan.
Lain halnya dalam hal pendakwaan
subsidair dalam arti yang sesungguhnya, disini adanya maksud atau tujuan
dari perumusan dakwaan bahwa hakim pertama-tama harus memeriksa
perbuatan yang erdahulu dicantumkan dalam surat dakwaan, dakwaan primair
itulah yang harus diperiksa dan dalam hal dakwaan primair ini tidak
dapat dibuktikan barulah diperiksa dakwaan dibawahnya ataupun yang
disebut “pendakwaan subsidair”.
4. Dakwaan Kumulatief.
Tidak ada satu ketentuanpun dalam KUHAP
yang melarang diadakan pendakwaan lebih dari satu perbuatan, sehubungan
dengan hal itu ada kemungkinan beberapa perbuatan tidak ada sangkut
pautnya satu sama lain telah dilakukan seseorang pada saat-saat yang
berlainan pula. Umpamanya saja, seseorang telah melakukan pencurian pada
bulan Juli dan berbuat penipuan pada bulan Agustus dalam tahun yang
sama, dalam hal yang demikian ini telah terjadi “meerdaadsesamenloop”
atau “perbarengan perbuatan”. Beberapa perbuatan diminta supaya diadili
secara sekaligus. Pada terdakawa dalam pendakwaan didakwakan beberapa
(cumulatief) perbuatan.
Pembuatan surat dakwaan diatas harus memenuhi dua syarat yang pokok yaitu :
a) Syarat Formal
Surat dakwaan mutlak harus berisi
syarat-syarat formal ini, meskipun demikian, jika tidak dipenuhi
syarat-syarat formal ini, tidak diancam pembatalan.
Syarat-syarat formal dibuat dalam surat
dakwaan adalah guna dapat meneliti “identitas”, apakah benar terdakwa
inilah yang harus dihadapkan ke sidang pengadilan ataukah orang lain.
Yang terpenting adalah bahwa surat dakwaan itu harus disampaikan kepada :
- Tersangka atau kuasanya (penasehat hukumnya).
- Penyidik.
Pasal 143 ayat (2) KUHAP menentukan bahwa
Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan
ditandatangani, berisikan nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal
lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama serta pekerjaan
tersangka.
b) Syarat Materiil.
Menurut ketentuan perundang-undangan, tidak dipenuhinya syarat materiil ini dalam dakwaan, membawa akibat batalnya dakwaan.
Adapun syarat materiil ini adalah berupa
“uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang
didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu
dilakukan”.
Pentingnya penyebutan waktu dan tempat
dlam surat dakwaan adalah untuk menentukan pengadilan yang manakah yang
berwenang mengadili dan juga untuk membuktikan ketika terdapat alibi
(berada ditempat lain) dari terdakwa saat dalam proses persidangan.