PENDAPAT HUKUM
Kejahatan terhadap kemanusiaan hanya
dapat dicegah jika calon pelakunya yaitu pemimpin politik, komandan
lapangan atau prajurit dan polisi diberi kesempatan untuk merenungkan
bahwa tidak ada tempat satupun yang dapat digunakan untuk bersembunyi.
Sebab suatu hari disuatu tempat nanti, keadilan hukum akan membawanya
untuk diadili.
Prospek tersebut realistis bila ada
pengadilan kejahatan Internasional yang mengetahui tindakan
kejahatannya, atau ada peraturan yang mengijinkan hukuman atas pelakunya
oleh pengadilan Negara-negara lainnya yang juga memiliki yurisdiksi
untuk membawa pelaku ke hadapan pengadilan
Pertimbangan praktis inilah yang membuat
yurisdiksi universal sebagai atribut paling penting dalam kejahatan
kemanusiaan. Dasar pemikirannya, akibat kejahatan itu begitu serius,
maka pengadilan manapun, dimanapun, diberi kekuasaan oleh hukum
Internasional untuk mengadili dan menguhukum tindakan itu, tanpa
mempedulikan tempat atau kebangsaan pelaku atau para korban. Dengan kata
lain, dimanapun sipelaku kejahatan ditemukan, yurisdiksi akan selalu
mengikutinya, mengingat ia telah dituduh telah melakukan kejahatan yang
sangat besar.
Yurisdiksi universal sudah pasti dikenal
dalam hukum kebiasaan Internasional yang merupakan dasar bagi proses
peradilan domestic untuk bajak laut dan pedangan budak. Juga termasuk
yurisdiksi universal untuk para pembajak pesawat terbang, penyanderaan
dan terorisme Internasional lainnya. Hal itu secara parsial diambil dari
perjanjian Internasional yang mewajibkan pelaku kejahatan yang
ditemukan dalam wilayah mereka atau Negara lainnya atau
mengekstradisikan pelaku ke Negara yang akan mengadili. Namun, ini semua
tindakan kejahatan yang terjadi diluar batas Negara atau dilaut bebas
atau di udara lepas, tanpa ada yang menjadi pemilik kedaulatan atasnya.
Dengan demikian, yurisdiksi universal tidak hanya muncul karena hanya
ada kejahatan kemanusiaan, tetapi semata-mata karena berdasarkan hukum
domestic dimanapun hal itu merupakan tindakan kejahatan, hanya tindakan
itu bisa lepas dari hukuman.
Kasus yang menjadi dasar hukum universal
atas kejahatan kemanusiaan merupakan preseden yang dalam beberapa hal
menyedihkan. Kekuasaan untuk membawa para pelaku ke pengadilan
digambarkan dalam frase yurisdiksi universal, dimana Negara-negara
mempunyai kekuasaan secara sendiri-sendiri maupun kolektif berdasarkan
yurisdiksi tersebut, meskipun mereka tidak memiliki hubungan dengan
tempat kejahatan itu dilakukan atau dengan pelaku atau dengan korban.
Yurisdiksi atas kejahatan biasa tergantung pada hubungan, yang umumnya
terjadi dalam suatu wilayah Negara, antara Negara yang menyelenggarakan
pengadilan dengan kejahatan itu sendiri. Tetapi dalam kasus kejahatan
kemanusiaan, hubungan tersebut dapat ditemukan dalam fakta sederhana
yang menyatakan bahwa kita semua adalah umat manusia.
Yurisdiksi universal di Negara maupun
akan berlangsung dibawah pengadilan local yang memberi kuasa sebuah
pengadilan untuk menyelenggarakannya. Pengadilan Internasional
memerlukan sebuah piagam atau statute yang akan diikuti oleh
Negara-negara yang membuatnya, baik secara kolektif maupun melalui PBB
sebagai organ tambahan dari Dewan Keamanan PBB. Dapat pula dilakukan
secara khusus melalui perjanjian Internasional seperti piagam Nuremberg
atau statute Roma mengenai pengadilan pidana Internasional.
Konsep yurisdiksi Internasional untuk
kejahatan kemanusiaan adalah solusi yang ditawarkan oleh hukum
Internasional atas tontonan pembebasan hukuman (impunity) dari para
tirani dan penyiksa yang melindungi diri dan imunitas domestic, amnesty
dan pemberian maaf. Mereka dapat bersembunyi tetapi di dalam dunia yang
memiliki yurisdiksi universal terhadap kejahatan yang bersangkutan,
mereka tidak dapat lari. Meskipun demikian, prinsip yurisdiksi universal
merupakan satu-satunya jalan untuk meminjam para tersangka tidak
memperoleh tempat persembunyian. Pilihannya adalah mengekstradisi atau
menghukum pelaku.
Alasan kejahatan terhadap kemanusiaan
tidak seperti kejahatan biasa, menarik yurisdiksi universal sekalipun
tidak ada perjanjian-perjanjian Internasional tidak terletak pada
beratnya kejahatan tersebut, karena pembunuhan berantai psikopatik dapat
lebih kejam daripada penyiksaan yang biasa dilakukan oleh polisi. Yang
membedakan kejahatan kemanusiaan, baik dalam skala kekejian maupun
kebutuhan akan langkah-langkah pencegahan semata-mata karena kejahatan
itu tidak dapat dimaafkan yang dilakukan oleh sebuah pemerintahan atau
setidaknya sebuah oerganisasi yang melaksanakan kekuasaan politik yang
menjadi masalah bukan otak penyiksa, akan tetapi fakta bahwa individu
yang bersangkutan merupakan bagian dari aparat Negara yang membuat
kejahatan tersebut menjadi begitu mengerikan dan meletakanya pada
dimensi yang lain dari kriminalitas umum. Faktor ini pula menjelaskan
mengapa tanggung jawab individu dan yurisdiksi universal merupkan
elemen-elemen yang diperlukan jika penyangkalan atas kejahatan tersebut
hendak dicapai.
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan hal-hal sebagaimana yang
telah diuraikan dalam pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa tidak
mudah untuk mengadili mauun menghukum pelaku kejahatan terhadap
kemanusiaan ataupun yang berkaitan dengan nilai-nilai kemunusiaan, baik
oleh badan peradilan (Pidana) Nasional maupun badan peradilan pidana
Internasional, meskipun masyarakat Internasional sepakat bahwa kejahatan
terhadap kemanusiaan semacam itu diberlakukan yurisdiksi universal.
Kendala-kendala yang timbul dalam proses
peradilannya terletak pada faktor kedaulatan Negara yang
termenipestasikan pada ada atau kemauan politik (political will), baik
untuk mengadili sendiri pelakunya, mengekstradisikannya kepada Negara
lain yang memintanya, ataupun menyerahkan proses peradilannya kepada
badan peradilan pidana Internasional (Internasional Criminal Court).
Disamping itu, dimensi politik dari
kejahatan kemanusiaan juga sangat besar pengruhnya terhadap kelancaran
dalam proses penerapan hukumnya, meskipun terhadap kejahatan kemanusiaan
diberlakukan yurisdiksi universal. Negara-negara yang didalam
wilayahnya dituduh telah terjadi kejahatan terhadap kemanusiaan sangat
berat untuk menerima proses penyelidikan oleh suatu badan atau komisi
internasional untuk menyelidiknya apalagi jika terbukti dan kemudian
diteruskan dengan menbentuk badan peradilan pidana Internasional ad hoc
untuk mengadili pelakunya yang tidak lain dari warga negaranya sendiri,
apalagi apabila pelakunya adalah merupakan bagian dari kelompok atau
pemerintah yang sedang berkuasa.
Konsep yurisdiksi universal untuk
kejahatan kemanusiaan adalah solusi yang ditawarkan oleh hukum
internasional atas tontonan permbebasan hukuman (impunity) dari para
tirani dan penyiksa yang melindungi diri dengan imunitas domestik,
amnesty dan pemberian maaf. Mereka dapat bersembunyi tetapi didalam
dunia yang memiliki yurisdiksi universal terhadap kejahatan yang
bersangkutan, mereka tidak dapat lari. Meskipun demikian, prinsip
yurisdiksi universal merupaka satu-satunya jalan untuk menjamin para
tersangka tidak memperoleh tempat persembunyian. Pilihannya adalah
mengekstradisikan atau menghukum pelaku.
No comments:
Post a Comment
LPK Nasional Indonesia Kota Pasuruan
Menjalankan Visi, Misi dan Mekanisme LPKNI dengan segala konsekuensi yang berasaskan keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta berupaya untuk menciptakan kepastian hukum di Indonesia.
Tinggalkan Pesan dan /atau Komentar Anda ;