Pages

Friday, October 19

Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Ditinjau Dari Yuridiksi Universal

PENDAPAT HUKUM
Kejahatan terhadap kemanusiaan hanya dapat dicegah jika calon pelakunya yaitu pemimpin politik, komandan lapangan atau prajurit dan polisi diberi kesempatan untuk merenungkan bahwa tidak ada tempat satupun yang dapat digunakan untuk bersembunyi. Sebab suatu hari disuatu tempat nanti, keadilan hukum akan membawanya untuk diadili.
Prospek tersebut realistis bila ada pengadilan kejahatan Internasional yang mengetahui tindakan kejahatannya, atau ada peraturan yang mengijinkan hukuman atas pelakunya oleh pengadilan Negara-negara lainnya yang juga memiliki yurisdiksi untuk membawa pelaku ke hadapan pengadilan
Pertimbangan praktis inilah yang membuat yurisdiksi universal sebagai atribut paling penting dalam kejahatan kemanusiaan. Dasar pemikirannya, akibat kejahatan itu begitu serius, maka pengadilan manapun, dimanapun, diberi kekuasaan oleh hukum Internasional untuk mengadili dan menguhukum tindakan itu, tanpa mempedulikan tempat atau kebangsaan pelaku atau para korban. Dengan kata lain, dimanapun sipelaku kejahatan ditemukan, yurisdiksi akan selalu mengikutinya, mengingat ia telah dituduh telah melakukan kejahatan yang sangat besar.
Yurisdiksi universal sudah pasti dikenal dalam hukum kebiasaan Internasional yang merupakan dasar bagi proses peradilan domestic untuk bajak laut dan pedangan budak. Juga termasuk yurisdiksi universal untuk para pembajak pesawat terbang, penyanderaan dan terorisme Internasional lainnya. Hal itu secara parsial diambil dari perjanjian Internasional yang mewajibkan pelaku kejahatan yang ditemukan dalam wilayah mereka atau Negara lainnya atau mengekstradisikan pelaku ke Negara yang akan mengadili. Namun, ini semua tindakan kejahatan yang terjadi diluar batas Negara atau dilaut bebas atau di udara lepas, tanpa ada yang menjadi pemilik kedaulatan atasnya. Dengan demikian, yurisdiksi universal tidak hanya muncul karena hanya ada kejahatan kemanusiaan, tetapi semata-mata karena berdasarkan hukum domestic dimanapun hal itu merupakan tindakan kejahatan, hanya tindakan itu bisa lepas dari hukuman.
Kasus yang menjadi dasar hukum universal atas kejahatan kemanusiaan merupakan preseden yang dalam beberapa hal menyedihkan. Kekuasaan untuk membawa para pelaku ke pengadilan digambarkan dalam frase yurisdiksi universal, dimana Negara-negara mempunyai kekuasaan secara sendiri-sendiri maupun kolektif berdasarkan yurisdiksi tersebut, meskipun mereka tidak memiliki hubungan dengan tempat kejahatan itu dilakukan atau dengan pelaku atau dengan korban. Yurisdiksi atas kejahatan biasa tergantung pada hubungan, yang umumnya terjadi dalam suatu wilayah Negara, antara Negara yang menyelenggarakan pengadilan dengan kejahatan itu sendiri. Tetapi dalam kasus kejahatan kemanusiaan, hubungan tersebut dapat ditemukan dalam fakta sederhana yang menyatakan bahwa kita semua adalah umat manusia.
Yurisdiksi universal di Negara maupun akan berlangsung dibawah pengadilan local yang memberi kuasa sebuah pengadilan untuk menyelenggarakannya. Pengadilan Internasional memerlukan sebuah piagam atau statute yang akan diikuti oleh Negara-negara yang membuatnya, baik secara kolektif maupun melalui PBB sebagai organ tambahan dari Dewan Keamanan PBB. Dapat pula dilakukan secara khusus melalui perjanjian Internasional seperti piagam Nuremberg atau statute Roma mengenai pengadilan pidana Internasional.
Konsep yurisdiksi Internasional untuk kejahatan kemanusiaan adalah solusi yang ditawarkan oleh hukum Internasional atas tontonan pembebasan hukuman (impunity) dari para tirani dan penyiksa yang melindungi diri dan imunitas domestic, amnesty dan pemberian maaf. Mereka dapat bersembunyi tetapi di dalam dunia yang memiliki yurisdiksi universal terhadap kejahatan yang bersangkutan, mereka tidak dapat lari. Meskipun demikian, prinsip yurisdiksi universal merupakan satu-satunya jalan untuk meminjam para tersangka tidak memperoleh tempat persembunyian. Pilihannya adalah mengekstradisi atau menghukum pelaku.
Alasan kejahatan terhadap  kemanusiaan tidak seperti kejahatan biasa, menarik yurisdiksi universal sekalipun tidak ada perjanjian-perjanjian Internasional tidak terletak pada beratnya kejahatan tersebut, karena pembunuhan berantai psikopatik dapat lebih kejam daripada penyiksaan yang biasa dilakukan oleh polisi. Yang membedakan kejahatan kemanusiaan, baik dalam skala kekejian maupun kebutuhan akan langkah-langkah pencegahan semata-mata karena kejahatan itu tidak dapat dimaafkan yang dilakukan oleh sebuah pemerintahan atau setidaknya sebuah oerganisasi yang melaksanakan kekuasaan politik yang menjadi masalah bukan otak penyiksa, akan tetapi fakta bahwa individu yang bersangkutan merupakan bagian dari aparat Negara yang membuat kejahatan tersebut menjadi begitu mengerikan dan meletakanya pada dimensi yang lain dari kriminalitas umum. Faktor ini pula menjelaskan mengapa tanggung jawab individu dan yurisdiksi universal merupkan elemen-elemen yang diperlukan jika penyangkalan atas kejahatan tersebut hendak dicapai.
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan hal-hal sebagaimana yang telah diuraikan dalam pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa tidak mudah untuk mengadili mauun menghukum pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan ataupun yang berkaitan dengan nilai-nilai kemunusiaan, baik oleh badan peradilan (Pidana) Nasional maupun badan peradilan pidana Internasional, meskipun masyarakat Internasional sepakat bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan semacam itu diberlakukan yurisdiksi universal.
Kendala-kendala yang timbul dalam proses peradilannya terletak pada faktor kedaulatan Negara yang termenipestasikan pada ada atau kemauan politik (political will), baik untuk mengadili sendiri pelakunya, mengekstradisikannya kepada Negara lain yang memintanya, ataupun menyerahkan proses peradilannya kepada badan peradilan pidana Internasional (Internasional Criminal Court).
Disamping itu, dimensi politik dari kejahatan kemanusiaan juga sangat besar pengruhnya terhadap kelancaran dalam proses penerapan hukumnya, meskipun terhadap kejahatan kemanusiaan diberlakukan yurisdiksi universal. Negara-negara yang didalam wilayahnya dituduh telah terjadi kejahatan terhadap kemanusiaan sangat berat untuk menerima proses penyelidikan oleh suatu badan atau komisi internasional untuk menyelidiknya apalagi jika terbukti dan kemudian diteruskan dengan menbentuk badan peradilan pidana Internasional ad hoc untuk mengadili pelakunya yang tidak lain dari warga negaranya sendiri, apalagi apabila pelakunya adalah merupakan bagian dari kelompok atau pemerintah yang sedang berkuasa.
Konsep yurisdiksi universal untuk kejahatan kemanusiaan adalah solusi yang ditawarkan oleh hukum internasional atas tontonan permbebasan hukuman (impunity) dari para tirani dan penyiksa yang melindungi diri dengan imunitas domestik, amnesty dan pemberian maaf. Mereka dapat bersembunyi tetapi didalam dunia yang memiliki yurisdiksi universal terhadap kejahatan yang bersangkutan, mereka tidak dapat lari. Meskipun demikian, prinsip yurisdiksi universal merupaka satu-satunya jalan untuk menjamin para tersangka tidak memperoleh tempat persembunyian. Pilihannya adalah mengekstradisikan atau menghukum pelaku.

No comments:

Post a Comment

LPK Nasional Indonesia Kota Pasuruan
Menjalankan Visi, Misi dan Mekanisme LPKNI dengan segala konsekuensi yang berasaskan keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta berupaya untuk menciptakan kepastian hukum di Indonesia.

Tinggalkan Pesan dan /atau Komentar Anda ;