Pages

Saturday, November 3

OBYEK JAMINAN FIDUSIA



Subyek Jaminan Fidusia

Subyek jaminan fidusia adalah pihak-pihak yang terlibat dalam
pembuatan perjanjian/akta jaminan fidusia, yaitu pemberi fidusia dan
penerima fidusia. Pemberi fidusia adalah orang perorangan atau korporasi
pemilik benda yang menjadi obyek jaminan fidusia. Pemberi fidusia bisa
debitur sendiri atau pihak lain bukan debitur. Korporasi adalah suatu badan
usaha yang berbadan hukum atau badan usaha bukan berbadan hukum.
Adapun untuk membuktikan bahwa benda yang menjadi obyek jaminan
fidusia milik sah pemberi fidusia maka harus dilihat bukti-bukti kepemilikan
benda-benda jaminan tersebut.
Sedangkan Penerima fidusia adalah orang perseorangan atau
korporasi sebagai pihak yang mempunyai piutang yang pembayarannya
dijamin dengan jaminan fidusia. Korporasi disini adalah badan usaha yang
berbadan hukum yang memiliki usaha di bidang pinjam meminjam uang
seperti perbankan.
Jadi penerima fidusia adalah kreditur (pemberi pinjaman), bisa bank
sebagai pemberi kredit atau orang-perorangan atau badan hukum yang
memberi pinjaman. Penerima fidusia memiliki hak untuk mendapatkan
pelunasan utang yang diambil dari nilai obyek fidusia dengan cara menjual
sendiri oleh kreditur atau melalui pelelangan umum.

Objek Jaminan Fidusia

Dalam Pasal 2 Undang-Undang Jaminan Fidusia telah ditentukan
batas ruang lingkup untuk fidusja yaitu berlaku untuk setiap perjanjian yang
bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan fidusia yang dipertegas
dengan rumusan dalam Pasal 3 yang menyatakan dengan tegas bahwa
Undang-Undang Fidusia tidak berlaku terhadap :
a. Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan sepanjang
peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas
benda-benda tersebut wajib didaftar.
b. Hipotek atas kapal yan terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 (dua
puluh) m3 atau lebih.
c. Hipotek atas pesawat terbang dan,
d. Gadai.
Berdasarkan Undang-Undang Jaminan Fidusia maka yang menjadi
objek dari fidusia adalah benda apapun yang dapat dimiliki dan dialihkan
kepemilikannya baik berupa benda berwujud maupun tidak berwujud,
terdaftar atau tidak terdaftar, bergerak atau tidak bergerak, dengan syarat
benda tersebut tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.
Untuk memberikan kepastian hukum maka Pasal 11 Undang-Undang
Jaminan Fidusia mewajibkan benda yang dibebani fidusia didaftarkan di
Kantor Departemen Hukum dan Hak Asasi manusia (Pasal 12 sub 3 Undangundang
Jaminan Fidusia).
Permohonan pendaftaran jaminan fidusia tersebut dilakukan oleh
penerima fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan
jaminan fidusia (Pasal 13 ayat (1) Undang-undang No. 42 Tahun 1999
Jaminan Fidusia dan Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 2000), dengan
memuat :
a. Identitas pihak Pemberi dan Penerima fidusia.
b. Tanggal, nomor akta jaminan fidusia, nama dan tempat kedudukan
notaris yang membuat akta jaminan fidusia.
c. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia.
d. Uraian mengenai benda yang menjadi objek fidusia.
e. Nilai penjaminan dan Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
Pembebanan kebendaan dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta
notaris dalam bahasa Indondesia yang merupakan akta jaminan fidusia
(Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Jaminan Fidusia). Ketentuan ini
dimaksudkan agar kantor pendaftaran fidusia tidak melakukan penilaian
terhadap kebenaran yang dicantumkan dalam pernyataan pendaftaran
fidusia akan tetapi harus melakukan pengecekan data yang dimuat dalam
pendaftaran fidusia. Tanggal jaminan fidusia Buku Daftar Fidusia ini
dianggap sebagai saat lahirnya jaminan fidusia. (Pasal 14 ayat (3) Undang-
Undang Jaminan Fidusia).

Sertifikat Jaminan Fidusia

Dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Jaminan Fidusia
dicantumkan baHwa dalam sertfikat jaminan fidusia dicantumkan kata-kata
"DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA-ESA". Irahirah
inilah yang memberikan kekuatan eksekutorial pada sertifikat jaminan
fidusia oleh karena itu dipersamakan dengan putusan pengadilan yang
memiliki kekuatan hukum tetap. Artinya sertifikat jaminan fidusia dapat
langsung dieksekusi tanpa melalui proses persidangan dan pemeriksaan
melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk
melaksanakan putusan tersebut.
Apabila debitur cidera janji maka penerima fidusia berhak untuk
menjual benda yang menjadi objek jaminan atas kekuasaannya sendiri. Ini
merupakan salah satu ciri jaminan kebendaan yaitu adanya kemudahan
dalam pelaksanaan eksekusinya.

Eksekusi Jaminan Fidusia

Undang-Undang Jaminan Fidusia memberikan kemudahan
melaksanakan eksekusi melalui lembaga parate eksekusi. Kemudahan
dalam pelaksanaan eksekusi ini tidak semata-mata monopoli jaminan fidusia
karena dalam gadai pun dikenal lembaga serupa.26
26 Ibid, hal. 150
Pasal 29 Undang-Undang Jaminan Fidusia menyatakan bahwa
apabila debitur atau pemberi fidusia cidera janji, eksekusi terhadap benda
yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara:
a. Pelaksanaan titel eksekutorial oleh penerima fidusia;
Dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia diatur secara khusus tentang
eksekusi jaminan fidusia yaitu melalui parate eksekusi.
Parate eksekusi adalah melakukan sendiri eksekusi tanpa bantuan atau
tanpa campur tangan pengadilan. Parate eksekusi dalam hukum jaminan
semula hanya diberikan kepada kreditur penerima hipotik pertama dan
kepada penerima gadai (pand).
Dalam berbagai hukum jaminan terdapat beberapa macam parate
eksekusi. Di antaranya: parate eksekusi penerima hipotik pertama, parate
eksekusi penerima hak tanggungan pertama, parate eksekusi penerima
gadai, parate eksekusi penerima fidusia, parate eksekusi Panitia Urusan
Piutang Negara (PUPN) untuk bank Pemerintah.
b. Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan
penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil
pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;
Prinsipnya adalah bahwa penjualan benda yang menjadi objek jaminan
fidusia harus melalui pelelangan umum, karena dengan cara ini
diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi. Namun demikian
dalam hal penjualan melalui pelelangan umum diperkirakan tidak akan
menghasilkan harga tertinggi yang menguntungkan baik pemberi fidusia
ataupun penerima fidusia, maka dimungkinkan penjualan di bawah
tangan asalkan hal tersebut disepakati oleh pemberi fidusia dan penerima
fidusia dan syarat jangka waktu pelaksanaan penjualan tersebut dipenuhi.
c. Penjualan di bawah tangan
Pelaksanaan penjualan bawah tangan yang dilakukan berdasarkan
kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian
dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak
dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara
tertulis oleh pemberi fidusia dan penerima fidusia kepada pihak-pihak
yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat
kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan. Jadi pada prinsipnya
pelaksanaan penjualan di bawah tangan dilakukan oleh pemberi fidusia
sendiri, selanjutnya hasil penjualan tersebut diserahkan kepada penerima
fidusia (pihak kredit/bank) untuk melunasi hutang pemberi fidusia (debitur)
Pasal 30 Undang-Undang Jaminan Fidusia mewajibkan pemberi
fidusia untuk menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam
rangka pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia. Dalam hal pemberi fidusia
tidak menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia pada waktu
eksekusi dilaksanakan, penerima fidusia berhak mengambil benda yang
menjadi objek jaminan fidusia dan apabila perlu dapat meminta bantuan
pihak yang berwenang.
Khusus dalam hal benda yang menjadi objek jaminan fidusia terdiri
atas benda perdagangan atau efek yang dapat dijual di pasar atau dibursa,
penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut sesuai dencan
peraturah perundang-undangan yang berlaku (Pasal 31 Undang-Undang
Jaminan Fidusia). Bagi efek yang terdaftar di bursa di Indonesia, maka
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal akan otomatis
berlaku.
Ketentuan yang diatur dalam Pasal 29 dan 31 Undang-Undang
Jaminan Fidusia sifatnya mengikat dan tidak dapat dikesampingkan atas
kemauan para pihak. Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi terhadap
benda yang menjadi objek jaminan fidusia dengan cara yang bertentangan
dengan ketentuan sebaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 31,
adalah batal demi hukum (Pasal 32 Undang-undang Fidusia).
Selanjutnya mengingat bahwa jaminan fidusia adalah pranata jaminan
dan bahwa pengalihan hak kepemilikan dengan cara constitutum
prossessorium adalah dimaksudkan semata-mata untuk memberi agunan
dengan hak yang didahulukan kepada penerima fidusia, maka sesuai dengan
Pasal 33 Undang-Undang Jaminan Fidusia setiap janji yang memberi
kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki benda yang menjadi
objek jaminan '"fidusia apabila debitur cidera janji, batal demi hukum.
Ketentuan tersebut dibuat untuk melindungi pemberi fidusia,
teristimewa jika nilai objek jaminan fidusia melebihi besarnya utang yang
dijamin. Sesuai dengan Pasal 34 Undang-undang Jaminan Fidusia, dalam
hal hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan, penerima fidusia wajib
mengembalikan kelebihan tersebut kepada pemberi fidusia. Namun demikian
apabila hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang, debitur tetap
bertanggung jawab atas utang yang belum terbayar.

Photobucket