Pages

Thursday, October 11

HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF

Korupsi, human trafficking (perdagangan manusia), perdagangan
narkotika dan obat-obatan terlarang, kejahatan terorganisir, adalah
tema-tema yang juga disorot oleh hukum pidana. Namun apakah sorotan
tersebut dilakukan dengan cara yang tepat? Maka pertanyaan pokoknya
ialah apakah dengan dan melalui hukum pidana bentuk-bentuk kejahatan
di atas dan yang lainnya dapat dikendalikan atau tepatnya diberantas:
apakah hukum pidana merupakan sarana paling tepat? Sama pentingnya
ialah pertanyaan apakah hukum pidana ketika berhadapan dengan
persoalan-persoalan di atas mampu memberikan keadilan? Apakah
hukum pidana sudah selaras dengan hak-hak asasi manusia dengan
tuntutan Negara Hukum (rule of law)? Apakah peraturan perundangundangan
(hukum) pidana terang dan jelas, terutama bagi warga biasa
yang diharapkan mematuhi peraturan yang termuat di dalamnya.
Hal mana sama pentingnya bagi polisi, kejaksaan dan hakim (pidana)
yang harus menerapkan peraturan perundang-undangan. Apakah
perundang-undangan yang ada memenuhi prinsip kepastian hukum,
dengan asas lex certa? Selanjutnya apakah kewenangan aparat Negara
untuk mengimplementasikan dan menegakkan peraturan perundanganundangan
sudah dirumuskan dengan jelas: cukup luas sehingga
mereka masih dapat mengimplementasikan peraturan yang tercakup di
dalamnya, namun sekaligus juga cukup sempit sehingga dapat mencegah
penyalahgunaan dan menghasilkan pelanggaran terhadap sejumlah hak
asasi manusia, seperti hak atas integritas badan, hak atas kepemilikan,
hak atas privasi.
Perundang-undangan dalam dirinya sendiri tidaklah cukup.
Bahkan bila lingkup kewenangan aparat penegak hukum dirumuskan
secara jelas dan terang, penting untuk mencermati bagaimana mereka
menggunakannya dalam praktik: apakah mereka menerapkan peraturan
perundang-undangan tanpa memandang perbedaan orang-perorang,
tidak secara selektif, tanpa melakukan diskriminasi negatif maupun
positif. Untuk yang terakhir terjadi tatkala pelanggar hukum dengan
status sosial-ekonomi tinggi mendapatkan berbagai macam fasilitas yang
tidak diberikan kepada pelaku tindak pidana dari kalangan masyarakat
kebanyakan. Penegakan hukum tidak boleh dilakukan bersamaan dengan
penyalahgunaan kekuasaan.

Hukum pidana adalah satu instrumen yang dampaknya jauh ke
dalam kehidupan setiap orang yang bersentuhan dengannya. Karena
itu satu prinsip penting bagi pendayagunaannya ialah bahwa baru akan
diberdayakan bilamana sarana-sarana lain yang tersedia sudah diupayakan
dan tidak berhasil: hukum pidana sebagai upaya terakhir atau
sebagai ultimum remedium. Hal ini tidak hanya berlaku dalam bidang
pembuatan aturan substantif dan prosesuil, namun juga dalam bidang
penjatuhan pidana: apakah tersedia sanksi-sanksi alternatif lainnya di
luar hukum pidana yang dapat didayagunakan?
Pertanyaan-pertanyaan seperti di atas muncul dalam kursuskursus
yang diselenggarakan untuk pengajar-pengajar hukum pidana
di Indonesia. Tujuannya adalah agar dengan dan melalui cara ini
penyelenggara dapat menyumbangkan sesuatu bagi upaya peningkatan
sistem pengajaran
hukum maupun pengembangan pendekatan sociolegal
terhadap hukum di Indonesia.
Pendekatan yang melandasi rangkaian kursus tersebut adalah
hak asasi manusia dan perspektif komparatif (perbandingan hukum).
Untuk yang terakhir dipilih perbandingan hukum Indonesia dengan
perkembangan hukum pidana di Belanda. Landasan berpikirnya ialah
ikatan sejarah antara Indonesia dengan Belanda yang pada derajat tertentu
dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan berlanjut gagasan
dan perwujudan Negara hukum Indonesia.

Photobucket