Pengertian gadai dirumuskan dalam Pasal 1150 BW yakni,
“Gadai
adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang
bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh
seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya;
dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang
telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang-barang itu
digadaikan , biaya-biaya mana harus didahulukan.”
Selain itu ketentuan Pasal 1152 BW mengatur bahwa,
“hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang-piutang bawa diletakkan dengan membawa barang gadainya di bawah kekuasaan kreditor atau seorang pihak ketiga, tentang siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak.
Tak sah adalah hak gadai atas segala benda yang dibiarkan tetap dalam kekuasaan debitor atau pemberi gadai, ataupun yang kembali atas kemauan kreditor.
Hak gadai hapus, apabila barangya gadai keluar dari kekuasaan penerima gadai,
apabila, namun barang tersebut hilang dari tangan penerima gadai ini
atau dicuri daripadanya, maka berhaklah ia menuntutnya kembalim
sebagaimana disebutkan dalam pasal 1977 ayat kedua, sedangkan apabila
barang gadai didapatnya kembali, hak gadai dianggap tidak pernah
hilang...”
Fidusia diatur dalam UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (“UU Jaminan Fidusia”).
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Jaminan Fidusia dijelaskan bahwa “fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.”
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23)
2. Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia