UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(“KUHAP”) dan juga UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
(“UU PSK”). Selain kedua UU tersebut, ada juga UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia (“UU Kepolisian”) yang pada dasarnya mengamanatkan
dalam Bab V tentang Pembinaan Profesi. Turunan dalam UU Kepolisian tersebut di
antaranya adalah Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik
Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkap 7/2006”) dan Peraturan
Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam
Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkap 8/2009”).
Secara
khusus, KUHAP telah mengatur pada Bab VI tentang Tersangka dan Terdakwa dan Bab
VII tentang Bantuan Hukum. Ketentuan–ketentuan lainnya yang menjamin hak-hak
tersangka juga tersebar dalam pasal-pasal lain dalam KUHAP seperti dalam hal
pra peradilan ataupun dalam ganti kerugian akibat upaya paksa yang melawan
hukum. Selain itu dalam UU PSK, khususnya dalam Pasal 5 ayat (1) telah
merinci dengan cukup baik hak–hak saksi/korban selama menjalani pemeriksaan
baik di tingkat penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di Pengadilan.
Dalam
Perkap 7/2006, khususnya dalam Pasal 7 telah dijelaskan bahwa Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa menghindarkan diri dari
perbuatan tercela yang dapat merusak kehormatan profesi dan organisasinya,
dengan tidak melakukan tindakan-tindakan berupa:
(a) Bertutur kata kasar dan bernada kemarahan;
(b) Menyalahi dan atau menyimpang dari prosedur tugas;
(c) Bersikap mencari-cari kesalahan masyarakat;
(d) Mempersulit masyarakat yang membutuhkan bantuan/pertolongan;
(e) Menyebarkan berita yang dapat meresahkan masyarakat;
(f) Melakukan perbuatan yang dirasakan merendahkan martabat
perempuan;
(g) Melakukan tindakan yang dirasakan sebagai perbuatan
menelantarkan anak-anak di bawah umur; dan
(h)
Merendahkan harkat dan martabat
manusia
Dasar hukum:
1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(“KUHAP”)
2. Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia
3. Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi
dan Korban
4. Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi
Kepolisian Negara Republik Indonesia
5. Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi
Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik
Indonesia
Pada
Perkap 8/2009, khususnya dalam Pasal 11 ayat (1) telah ditegaskan bahwa
setiap petugas/anggota Polri dilarang melakukan:
(a) penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang dan tidak
berdasarkan hukum;
(b) penyiksaan tahanan atau terhadap orang yang disangka
terlibat dalam kejahatan;
(c) pelecehan atau kekerasan seksual terhadap tahanan atau
orang-orang yang disangka terlibat dalam kejahatan;
(d) penghukuman dan/atau perlakuan tidak manusiawi yang
merendahkan martabat manusia;
(e) korupsi
dan menerima suap;
(f) menghalangi proses peradilan dan/atau menutup-nutupi
kejahatan;
(g) penghukuman dan tindakan fisik yang tidak berdasarkan hukum
(corporal punishment);
(h) perlakuan tidak manusiawi terhadap seseorang yang melaporkan
kasus pelanggaran HAM oleh orang lain;
(i) melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan yang tidak
berdasarkan hukum;
(j) menggunakan kekerasan dan/atau senjata api yang berlebihan
Dalam
Pasal 13 ayat (1) Perkap 8/2009 juga disebutkan bahwa dalam melaksanakan
kegiatan penyelidikan, setiap petugas Polri dilarang:
(a) melakukan intimidasi, ancaman, siksaan fisik,
psikis ataupun seksual untuk mendapatkan informasi, keterangan atau pengakuan;
(b) menyuruh atau menghasut orang lain untuk melakukan
tindakan kekerasan di luar proses hukum atau secara sewenang-wenang;
(c) memberitakan rahasia seseorang yang berperkara;
(d) memanipulasi atau berbohong dalam membuat atau
menyampaikan laboran hasil penyelidikan;
(e) merekayasa laporan sehingga mengaburkan investigasi
atau memutarbalikkan kebenaran;
(f) melakukan tindakan yang bertujuan untuk meminta imbalan dari
pihak yang berperkara.
Berdasarkan
keseluruhan peraturan ini tentunya diharapkan bahwa setiap anggota kepolisian
dapat bertindak sesuai dengan peraturan perundang–undangan yang berlaku di
Indonesia.