Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana
Dalam KUHP dapat
dijumpai sejumlah pasal yang menunjukkan bahwa sejak
dahulu atau sejak
KUHP diberlakukan, perdagangan manusia dianggap sebagai perbuatan
yang tidak manusiawi
yang layak mendapat sanksi pidana, yaitu:
A.1.1. Pasal 297
KUHP.
Pasal 297 KUHP secara
tegas melarang dan mengancam dengan pidana perbuatan
memperdagangkan
perempuan dan anak laki-laki. Ketentuan tersebut secara lengkap
berbunyi: Perdagangan
wanita dan perdagangan anak laki-laki yang belum cukup umur,
diancam dengan pidana
penjara paling lama enam tahun.78
Buku I KUHP tentang
Ketentuan Umum tidak memberikan penjelasan mengenai
kata “perdagangan”.
yang dimaksudkan
dengan perniagaan atau perdagangan perempuan ialah
melakukan
perbuatan-perbuatan dengan maksud untuk menyerahkan perempuan
guna pelacuran. Masuk
pula disini mereka yang biasanya mencari perempuanperempuan
muda untuk dikirimkan
ke luar negeri yang maksudnya tidak lain akan
dipergunakan untuk
pelacuran…
A.1.2. Pasal 301 KUHP
Pasal 301 berbunyi:
“Barangsiapa memberi
atau menyerahkan kepada orang lain seorang anak yang ada
dibawah kekuasaannya
yang sah dan umur nya kurang dari dua belas tahun, padahal
diketahui bahwa anak
itu akan dipakai untuk melakukan pengemisan atau untuk
pekerjaan yang
berbahaya, atau yang dapat merusak kesehatannya, diancam dengan
pidana penjara paling
lama empat tahun.”82
Pasal ini melarang
dan mengancam pidana paling lama 4 tahun penjara terhadap
seseorang yang
menyerahkan seorang anak berumur di bawah 12 tahun yang dibawah
kuasanya yang sah,
sedang diketahuinya anak itu akan dipakai untuk atau akan dibawa
waktu mengemis atau
dipakai untuk pekerjaan yang berbahaya atau pekerjaan yang
merusakkan kesehatan.
Pasal ini khusus bagi
perbuatan yang korbannya adalah anak-anak di bawah 12
tahun, dengan
pelakunya adalah orang yang mempunyai kuasa yang sah atas anak tersebut,
misalnya orang tua,
wali. Bila dihubungkan dengan Pasal 297 KUHP, maka pasal ini
subyeknya terbatas
pada orang yang punya kuasa yang sah terhadap anak tersebut. Batasan
usia korban lebih
jelas yaitu di bawah 12 tahun dan tujuan pemindahan penguasaan si anak
lebih luas, tidak
semata-mata untuk prostitusi.
A.1.3. Pasal 324
KUHP.
Pasal 324 KUHP
berbunyi : “Barang siapa dengan biaya sendiri atau biaya orang
lain menjalankan
perniagaan budak atau melakukan perbuatan perniagaan budak atau
dengan sengaja turut
serta secara langsung atau tidak langsung dalam salah satu perbuatan
tersebut di atas,
diancam pidana penjara paling lama 12 tahun.”83
Kata perniagaan atau
perdagangan dalam pasal ini tidak harus ditafsirkan membeli
dan kemudian
menjualnya kembali. Perbuatan membeli saja atau menjual saja sudah masuk
dalam lingkup
ketentuan pasal ini. Dalam pasal ini ada unsur keterlibatan pelaku tidak
secara langsung. Kata
turut serta dalam pasal ini harus diartikan sebagai terjadinya
penyertaan yang
diatur dalam Pasal 55, 56 dan 57 KUHP, yang bentuknya dapat berupa
menyuruh,
menggerakkan, turut melakukan ataupun membantu melakukan yang dapat
diancam dengan pidana
yang sama dengan pelaku.84
Pertanggungjawaban
pidana yang terdapat dalam Pasal 324 baru sebatas terhadap
orang, dan belum
mencantumkan pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi sebagai
pelaku
perdagangan/perniagaan budak. Sistem perumusan pidananya pun baru berupa
sistem pidana
tunggal, dan belum mencantumkan adanya gati rugi yang dapat diterima oleh
korban kejahatan.
A.1.4. Pasal 325
KUHP.
Pasal 325 KUHP
mengatur pidana terhadap nahkoda kapal yang mengangkut budak
untuk diperjual
belikan. Pasal tersebut secara lengkap berbunyi: “Barang siapa sebagai
nakhoda bekerja atau
bertugas di kapal, sedang diketahuinya bahwa kapal itu dipergunakan
untuk tujuan
perniagaan budak, atau dipakai kapal itu untuk perniagaan budak, diancam
dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun.”85
Perbuatan yang
dilarang dalam pasal ini adalah menjalankan pekerjaan sebagai
nakhoda padahal
mengetahui kapal digunakan untuk menjalankan perniagaan budak; atau
memakai kapal untuk
perniagaan budak.
A.1.5. Pasal 326
KUHP.
Jika Pasal 325
mengatur pidana tentang nakhoda kapal yang kapalnya dipergunakan
untuk tujuan
perniagaan budak, maka Pasal 326 KUHP mengatur pidana tentang awak
kapal yang bekerja di
sebuah kapal yang dipergunakan untuk tujuan perniagaan budak.
Adapun bunyi Pasal
326 adalah sebagai berikut :
“Barang siapa bekerja
sebagai awak kapal di sebuah kapal, sedang diketahuinya
bahwa kapal itu
dipergunakan untuk tujuan atau keperluan perniagaan budak, atau
dengan sukarela tetap
bertugas setelah mendengar kapal itu dipergunakan untuk
tujuan atau keperluan
perniagaan budak, diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan tahun.”86
Pasal yang berlaku
khusus bagi anak buah kapal ini melarang perbuatan masuk
bekerja sebagai anak
buah kapal padahal mengetahui kapal digunakan untuk perniagaan
budak atau dengan
kemauan sendiri tetap menjadi anak buah kapal walaupun mengetahui
kapal digunakan untuk
perniagaan budak.
Perbuatan awak kapal
yang bekerja di sebuah kapal yang dipergunakan untuk
perniagaan budak,
adalah perbuatan yang diancam pidana dimana awak kapal adalah murni
sebagai pelaku. Namun
keterlibatan awak kapal dalam tindak pidana perdagangan manusia
atau perniagaan
budak, apabila dikaitkan dengan konsep penyertaan, dapat digolongkan
sebagai orang yang
membantu atau memudahkan terjadinya perdagangan manusia atau
perniagaan budak
tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 324. Seperti halnya dengan
nahkoda, ancaman
pidana bagi awak kapal yang dapat digolongkan sebagai pembantu
tindak pidana atau
turut serta tidak mengikuti Pasal 57 KUHP yang mengurangi sepertiga
dari pidana pokok,
namun ditetapkan secara khusus.
A.1.6. Pasal 327
KUHP.
Selain pasal-pasal
tersebut diatas, dalam KUHP juga mengatur ancaman pidana
terhadap keterlibatan
seseorang dalam tindak pidana perdagangan budak dengan cara turut
campur dalam (1)
menyewakan, (2) memuati atau (3) menanggung asuransi kapal yang
diketahuinya dipakai
untuk perniagaan budak belian. Pasal 327 KUHP secara lengkap
berbunyi :
“Barang siapa dengan
biaya sendiri atau biaya orang lain, secara langsung atau tidak
langsung bekerja sama
untuk menyewakan, mengangkutkan atau mengasuransikan
sebuah kapal, sedang
diketahuinya bahwa kapal itu dipergunakan untuk tujuan
perniagaan budak,
diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
Menurut pasal ini
bila yang disewakan, dimuati, diasuransikan adalah kapal maka
yang harus
diberlakukan adalah Pasal 327, namun apabila alat transportasinya bukan kapal,
maka yang berlaku
adalah Pasal 324.
Dalam
Pasal 327 terdapat unsur penyertaan yaitu antara penyewa atau pengangkut
dengan pemilik,
apabila mengetahui bahwa kapal dipergunakan untuk perniagaan budak.
Namun dalam pasal
tersebut, penyewa atau pengangkut dan pemilik mendapat ancaman
pidana yang lebih
rendah daripada nakhoda dan awak kapal yang bekerja di kapal yang
dipergunakan sebagai
sarana perniagaan budak.
A.1.7. Pasal 328
KUHP.
Penculikan adalah salah
satu dari tindak pidana lain yang berhubungan dengan
perdagangan manusia.
Penculikan diatur dalam Pasal 328 KUHP, yang berbunyi:
“Barang siapa membawa
pergi seorang dari tempat kediamannya atau tempat
tinggalnya sementara
dengan maksud untuk menempatkan orang itu secara
melawan hukum di
bawah kekuasaannya atau kekuasaan orang lain, atau untuk
menempatkan dia dalam
keadaan sengsara, diancam karena penculikan dengan
pidana penjara paling
lama dua belas tahun.”88
Perbuatan yang
dilarang dalam pasal ini membawa pergi seorang dari tempat
kediamannya atau
tempat tinggalnya sementara. Pada waktu membawa pergi, pelaku harus
mempunyai maksud
untuk membawa korban dengan melawan hak di bawah kekuasaannya
sendiri atau
kekuasaan orang lain atau menjadikannya terlantar.
A.1.8. Pasal 329
KUHP.
Pasal 329 berbunyi :
“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum
mengangkut orang ke
daerah lain, padahal orang itu telah membuat perjanjian untuk
bekerja di suatu
tempat tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”89
Pasal 329 KUHP
dimaksudkan untuk mengatasi masalah penipuan dalam mencari
pekerjaan. Bila
dihubungkan dengan masalah perdagangan manusia, maka unsur yang
penting dan harus
dibuktikan adalah penipuannya itu karena pada awalnya pasti telah ada
persetujuan dari
korban untuk dibawa bekerja ke suatu tempat.
A.1.9. Pasal 330
KUHP.
Pasal 330 KUHP adalah
salah satu tindak pidana lain yang berhubungan dengan
kejahatan perdagangan
manusia. Pasal ini hampir sama dengan pasal penculikan
sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 328 KUHP, namun yang membedakan adalah orang
yang sengaja ditarik
masih belum dewasa dan tidak ada unsur maksud membawa orang itu
dengan melawan hak di
bawah kekuasaannya atau kekuasaan orang lain atau agar orang itu
terlantar. Adapun
bunyi Pasal 330 KUHP secara lengkap adalah sebagai berikut:
“(1) Barang siapa
dengan sengaja menarik seorang yang belum cukup umur dari
kekuasaan yang
menurut Undang-Undang ditentukan atas dirinya, atau dari
pengawasan orang yang
berwenang untuk itu, diancam dengan pidana penjara
paling lama tujuh
tahun.
(2) Bilamana dalam
hal ini dilakukan tipu muslihat, kekerasan atau ancaman
kekerasan, atau
bilamana anaknya belum berumur dua belas tahun, dijatuhkan
pidana penjara paling
lama sembilan tahun.90
Pasal 330 ayat (1)
KUHP mencantumkan sistem pidana tunggal yaitu pidana
penjara paling lama 7
tahun, sedangkan Pasal 330 ayat (2) KUHP merupakan delik
pemberatan, yaitu
apabila dilakukan dengan tipu muslihat, kekerasan atau ancaman
kekerasan, atau
apabila korban belum berumur dua belas tahun, maka pelaku diancam
dengan pidana penjara
yang lebih berat, yaitu 9 tahun.
A.1.10. Pasal 331
KUHP.
Pasal 331 KUHP
melarang perbuatan orang menyembunyikan yang belum dewasa
dari kekuasaan yang
menurut Undang-Undang ditentukan atas dirinya. atau dari
pengawasan orang yang
berwenang untuk itu, atau dengan sengaja menariknya dari
pengusutan pejabat
kehakiman atau kepolisian. Perbuatan ini diancam dengan penjara
paling lama empat
tahun, atau jika anak itu berumur di bawah dua belas tahun, dengan
pidana penjara paling
lama tujuh tahun.
Pasal 331 KUHP secara
lengkap berbunyi:
Barangsiapa dengan
sengaja menyembunyikan orang yang belum cukup umur yang
ditarik atau menarik
sendiri dari kekuasaan yang menurut Undang-Undang
ditentukan atas
dirinya, atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk itu, atau
dengan sengaja
menariknya dari penyidikan pejabat kehakiman atau kepolisian,
diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun, atau jika anak itu
umurnya dibawah dua
belas tahun, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.91
Pasal 331 KUHP
mencantumkan sistem pidana tunggal yaitu pidana penjara paling
lama 4 tahun, dan
memiliki delik pemberatan, yaitu apabila orang yang disembunyikan
umurnya dibawah 12
tahun, maka pelaku diancam dengan pidana penjara yang lebih berat,
yaitu 7 tahun.
A.1.11. Pasal 332
KUHP.
Pasal 332 KUHP
berbunyi :
“Diancam dengan
pidana penjara;
1. paling lama tujuh
tahun, barangsiapa membawa pergi seorang wanita yang belum
cukup umur, tanpa
dikehendaki orang tuanya atau walinya tetapi dengan
persetujuannya,
dengan maksud untuk memastikan penguasaannya terhadap wanita
itu, baik di dalam
maupun di luar pernikahan;
2. paling lama
sembilan tahun, barangsiapa membawa pergi seorang wanita dengan
tipu muslihat,
kekerasan atau ancaman kekerasan, dengan maksud untuk
memastikan
penguasaannya terhadap wanita itu, baik didalam maupun diluar
pernikahan.”92
Dalam Pasal ini
terdapat ancaman pidana terhadap orang yang membawa pergi
seorang wanita yang
belum cukup umur meskipun dengan kemauannya sendiri. Apabila
tindakan membawa
pergi perempuan bertujuan untuk mengeksploitasi perempuan tersebut,
maka dapat
dikategorikan sebagai perdagangan manusia/perempuan. Pasal ini juga
memberikan pemberatan
ancaman pidana terhadap pelaku yang melarikan wanita dengan
menggunakan tipu
muslihat, kekerasan, atau ancaman kekerasan.
Pasal 332 KUHP
merupakan delik aduan absolut, yaitu harus ada pengaduan
terlebih dahulu untuk
menuntut perbuatan pelaku. Menurut Pasal 332 ayat (3), jika wanita
yang dibawa pergi
belum cukup umur, pengaduan dilakukan oleh wanita itu sendiri atau
orang lain yang harus
memberi ijin bila wanita itu menikah (orang tua / wali), namun jika
wanita yang dibawa
pergi sudah cukup umur, maka pengaduan dilakukan oleh wanita itu
sendiri atau
suaminya.
Pasal 332 KUHP
memiliki delik pemberatan, yaitu paling lama 9 tahun terhadap
pelaku yang melarikan
wanita dengan menggunakan tipu muslihat, kekerasan, atau
ancaman kekerasan.
A.1.12. Pasal 333
KUHP.
Pasal 333 KUHP
berbunyi :
“(1) Barang siapa
dengan sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan
seseorang, atau
meneruskan perampasan kemerdekaan yang demikian, diancam
dengan pidana penjara
paling lama delapan tahun.
(2) Jika perbuatan
itu mengakibatkan luka-luka berat, maka yang bersalah
dikenakan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.
(3) Jika
mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(4) Pidana yang
ditentukan dalam Pasal ini berlaku juga bagi orang yang dengan
sengaja memberi
tempat untuk perampasan kemerdekaan yang melawan hukum.”93
Ada 3 perbuatan yang
dapat dipidana oleh Pasal 333 KUHP, yaitu merampas
kemerdekaan
seseorang, meneruskan penahanan atau memberikan tempat untuk menahan,
dengan melawan hak.
Perbuatan secara
melawan hukum, merampas kemerdekaan seseorang atau
meneruskan penahanan,
merupakan perbuatan yang dapat digolongkan kedalam kejahatan
perdagangan manusia,
bila bertujuan untuk eksploitasi, sedangkan perbuatan memberikan
tempat untuk menahan,
dapat dikategorikan membantu perdagangan manusia, karena
memberikan sarana
untuk terjadinya kejahatan perdagangan manusia.
Dalam Pasal 333 KUHP
ini terdapat pemberatan pidana karena akibat dari
perbuatan merampas
kemerdekaan tersebut, yaitu paling lama 9 tahun jika korban
mengalami luka berat
dan paling lama 12 tahun, jika mengakibatkan korban mati.
Unsur pasal yang
terdapat dalam Pasal 297, 330, 331 dan 332, yang menyebutkan
“belum cukup umur”
dapat menimbulkan permasalahan tersendiri karena dalam KUHP
tidak ada satu
ketentuan pun yang secara tegas memberikan batasan usia belum dewasa
atau belum cukup
umur. Dalam pasal-pasal yang mengatur tentang korban di bawah umur,
ada pasal yang hanya
sekedar menyebutkan bahwa korbannya harus di bawah umur (Pasal
283, 292, 293, 295,
297, 300, 330, 331, 332), tetapi ada pula pasal-pasal yang secara khusus
menyebutkan usia 12
tahun (Pasal 287, 301, 330, 331), 15 tahun (Pasal 287, 290), 17 tahun
(Pasal 283). Dengan
demikian tidak ada patokan yang jelas untuk unsur ini. Apabila
berpegang pada usia
dewasa menurut BW, maka belum berusia 21 tahun atau belum
menikah lah yang
menjadi batas untuk menentukan bahwa orang tersebut belum dewasa.
Akan tetapi bila mengikuti
UU Perkawinan (UU No. 1 tahun 1974), maka batas usia belum
dewasa adalah belum
mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan
perkawinan, sedangkan
menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak, yang dapat
digolongkan sebagai “anak” adalah seseorang yang belum berusia 18
(delapan belas)
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.94 Moeljatno
menuliskan dalam
catatan penerjemah pada KUHP, bahwa
“menurut Staatsblad
1931 no.54, jika dalam perundang-undangan dipakai istilah
“minderjarig” (belum
cukup umur) terhadap golongan bumiputera, maka yang
dimaksud ialah mereka
yang umurnya belum cukup dua puluh satu tahun dan belum
kawin sebelumnya.
Jika sebelum umur dua puluh satu tahun, perkawinannya
diputus (bercerai),
mereka tidak kembali menjadi “belum cukup umur”.95
Pasal-pasal diatas
(Pasal 297, 301, 324, 325, 326, 327, 329, 330, 331 dan 332
KUHP) mencantumkan
sistem pidana tunggal yaitu pidana penjara. Sistem ini mewajibkan
hakim untuk
menentukan atau menjatuhkan pidana penjara terhadap pelaku, namun belum
ada mengenai ganti
rugi yang dapat diperoleh korban perdagangan manusia akibat
perbuatan pelaku.
Dapat dikatakan bahwa pasal-pasal tersebut merupakan bentuk
perlindungan secara
tidak langsung karena belum mencantumkan perlindungan secara
langsung atau konkret
misalnya adanya ganti rugi.
Selain memberikan
perlindungan terhadap korban perdagangan manusia secara
tidak langsung
(abstrak), KUHP juga memberikan perlindungan secara langsung (konkret).
Perlindungan secara
langsung tersebut diatur dalam Pasal 14a dan Pasal 14c yang pada
intinya menyatakan
bahwa apabila hakim menjatuhkan pidana paling lama satu tahun atau
94 Undang-Undang
No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 1.
95 Moeljatno,
Op.cit, hal. 40
pidana kurungan, maka
hakim dapat memerintahkan agar pidana tidak usah dijalani,
dengan menetapkan
syarat umum (terpidana tidak akan melakukan tindak pidana), maupun
syarat khusus yaitu
terpidana dalam waktu tertentu, harus mengganti segala atau sebagian
kerugian yang ditimbulkan
oleh tindak pidana tadi. Pasal 14a secara lengkap berbunyi
(1) Apabila hakim
menjatuhkan pidana paling lama satu tahun atau pidana
kurungan, tidak
termasuk pidana kurungan pengganti maka dalam putusnya hakim
dapat memerintahkan
pula bahwa pidana tidak usah dijalani, kecuali jika
dikemudianhari ada
putusan hakim yang menentukan lain, disebabkan karena si
terpidana melakukan
suatu tindak pidana sebelum masa percobaan yang ditentukan
dalam perintah
tersebut diatas habis, atau karena si terpidana selama masa
percobaan tidak
memenuhi syarat khusus yang mungkin ditentukan lain dalam
perintah itu.
(2) Hakim juga
mempunyai kewenangan seperti di atas, kecuali dalam perkaraperkara
yang mangenai
penghasilan dan persewaan negara apabila menjatuhkan
pidana denda, tetapi
harus ternyata kepadanya bahwa pidana denda atau perampasan
yang mungkin
diperintahkan pula akan sangat memberatkan si terpidana . Dalam
menerapkan ayat ini,
kejahatan dan pelanggaran candu hanya dianggap sebagai
perkara mengenai
penghasilan negara, jika terhadap kejahatan dan pelanggaran itu
ditentukan bahwa
dalam hal dijatuhkan pidana denda, tidak diterapkan ketentuan
pasal 30 ayat 2.
(3) Jika hakim tidak
menentukan lain, maka perintah mengenai pidana pokok juga
mengenai pidana pokok
juga mengenai pidana tambahan.
(4) Perintah tidak
diberikan, kecuali hakim setelah menyelidiki dengan cermat
berkeyakinan bahwa
dapat diadakan pengawasan yang cukup untuk dipenuhinya
syarat umum, bahwa
terpidana tidak akan melakukan tindak pidana, dan syaratsyarat
khusus jika sekiranya
ditetapkan.
(5) Perintah tersebut
dalam ayat 1 harus disertai hal-hal atau keadaan-keadaan yang
menjadi alasan
perintah itu.96
Pasal 14 c menyatakan
bahwa
(1) Dengan perintah
yang dimaksud pasal 14a, kecuali jika dijatuhkan pidana denda,
selain menetapkan
syarat umum bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak
pidana, hakim dapat
menetapkan syarat khusus bahwa terpidana dalam waktu
tertentu, yang lebih
pendek daripada masa percobaannya, harus mengganti segala
atau sebagian
kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tadi.
(2) Apabila hakim
menjatuhkan pidana penjara lebih dari tiga bulan atau pidana
kurungan atas salah
satu pelanggaran berdasarkan pasal-pasal 492, 504, 505, 506,
dan 536, maka boleh
diterapkan syarat-syarat khusus lainnya mengenai tingkah laku
terpidana yang harus
dipenuhi selama masa percobaan atau selama sebagian dari
masa percobaan.
KUHP,
Pasal 14a.
(3) Syarat-syarat
tersebut di atas tidak boleh mengurangi kemerdekaan beragama
atau kemerdekaan
berpolitik terpidana97
Menurut pasal
tersebut, korban tindak pidana perdagangan manusia dapat
memperoleh ganti
kerugian atau kompensasi dari pelaku tindak pidana perdagangan
manusia, namun ganti
kerugian itu hanya bisa didapatkan oleh korban apabila hakim
menjatuhkan pidana
penjara paling lama 1 tahun atau pidana kurungan, dan ganti kerugian
yang diberikan oleh
pelaku tindak pidana perdagangan orang, diberikan sebagai syarat agar
pelaku tersebut tidak
menjalani pidana penjaranya. Jadi pelaku dapat bebas dari pidana atas
perbuatannya dengan
memberikan ganti kerugian kepada korban kejahatan. Hal ini tentu
saja kembali
menimbulkan rasa ketidak adilan pada korban.
A.2. Undang-Undang
No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang.
Undang-Undang No.21
Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang
memberikan definisi yang lebih khusus lagi dibandingkan KUHP dan
memberikan sanksi
pidana yang cukup berat terhadap pelaku tindak pidana perdagangan
orang sebagai wujud
perlindungan terhadap korban perdagangan manusia. Pasal-pasal
tersebut antara lain:
A.2.1. Pasal 2.
Pasal ini mengatur
tentang dapat dipidananya perbuatan seorang pelaku
perdagangan manusia
baik secara melawan hukum maupun memperoleh persetujuan dari
97 Ibid.,
Pasal 14c.
orang yang memegang
kendali atas orang lain yang bertujuan untuk mengeksploitasi.
Secara lengkapnya
Pasal 2 berbunyi:
“Setiap orang yang
melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan,
pengiriman,
pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan,
penggunaan kekerasan,
penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan,
penyalahgunaan
kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi
bayaran atau manfaat
walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang
memegang kendali atas
orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di
wilayah negara
Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
3 (tiga) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp120.000.000,00
(seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp600.000.000,00
(enam ratus juta rupiah).98
Pasal 2 Undang-Undang
No.21 tahun 2007, memberi rumusan tindak pidana
sebagai berikut:
a. Adanya perekrutan,
pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan,
atau penerimaan
seseorang.
b. Adanya ancaman
kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan,
penyalahguanaan
kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang, atau memberi
bayaran atau manfaat.
c. Walaupun
memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas
orang lain.
d. Untuk tujuan
mengeksploitasi orang tersebut.
e. Di Wilayah Negara
Republik Indonesia.
Adanya salah satu
unsur saja di point a dan salah satu unsur di point b,
kemudian memenuhi
unsur di point d dan e, maka orang yang melakukan tindakan
tersebut (pelaku)
dapat dikenakan pidana berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang ini.
98 Pasal
2, Undang-Undang No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan
Orang.
Dalam pasal ini, kata
“untuk tujuan” sebelum frasa “mengeskploitasi orang
tersebut” menunjukkan
bahwa tindak pidana perdagangan orang merupakan delik
formil, yaitu adanya
tindak pidana perdagangan orang cukup dengan dipenuhinya
unsur-unsur perbuatan
yang sudah dirumuskan, dan tidak harus menimbulkan akibat.99
Eksploitasi yang
dimaksudkan dalam Undang-Undang ini adalah
“tindakan dengan atau
tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak
terbatas pada
pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik
serupa perbudakan,
penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ
reproduksi, atau secara
melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi
organ dan/atau
jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan
seseorang oleh pihak
lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun
immateriil.”100
A.2.2. Pasal 3.
Pasal 3 Undang-Undang
No.21 Tahun 2007, memberikan pengaturan pidana
terhadap orang yang
memasukkan ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia untuk
dieksploitasi baik di
wilayah Negara Republik Indonesia maupun di Negara lain. Orang
yang melakukan tindak
pidana ini diancam dengan pidana penjara minimal 3 tahun dan
maksimal 15 tahun
serta denda minimal Rp.120.000.000,- (seratus dua puluh juta rupiah)
dan maksimal
Rp.600.000.000,- (enam ratus juta rupiah). Secara lengkap bunyi Pasal 3
adalah:
Setiap orang yang
memasukkan orang ke wilayah negara Republik Indonesia
dengan maksud untuk
dieksploitasi di wilayah negara Republik Indonesia atau
dieksploitasi di
negara lain dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
(tiga) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp120.000.000,00
(seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp600.000.000,00
(enam ratus juta rupiah).101
Pasal 3 Undang-Undang
No.21 tahun 2007, memberi rumusan tindak pidana
sebagai berikut:
a. Memasukkan orang.
b. Ke wilayah negara
Republik Indonesia.
c. Dengan maksud
untuk dieksploitasi.
d. Di wilayah negara
Republik Indonesia
e. Atau dieksploitasi
di negara lain.
Unsur di point a, b,
c dan d, dapat digunakan apabila pelaku perdagangan
manusia menjadikan
Negara Republik Indonesia sebagai tempat tujuan perdagangan
manusia atau tujuan
eksploitasi, sedangkan point e digunakan apabila pelaku
menjadikan Negara
Republik Indonesia sebagai tempat transit atau persinggahan
sebelum pelaku
membawa korban perdagangan manusia ke Negara lain sebagai tempat
tujuan.
A.2.3. Pasal 4.
Berbeda dengan Pasal
3, Pasal 4 Undang-Undang ini memberikan pidana kepada
setiap orang yang
membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah negara Republik
Indonesia dengan
maksud untuk dieksploitasi di luar wilayah negara Republik Indonesia.
Bunyi Pasal 4 secara
lengkap adalah:
Setiap orang yang
membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah negara
Republik Indonesia
dengan maksud untuk dieksploitasi di luar wilayah negara
Republik Indonesia
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun
dan paling lama 15
(lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp120.000.000,00
(seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp600.000.000,00
(enam ratus juta rupiah).
Pasal 4 Undang-Undang
No.21 tahun 2007, memberi rumusan tindak pidana
sebagai berikut:
a. membawa warga
negara Indonesia.
b. ke luar wilayah
negara Republik Indonesia.
c. dengan maksud
untuk dieksploitasi.
d. di luar wilayah
negara Republik Indonesia.
Unsur di point a, b,
c dan d, dapat digunakan apabila pelaku perdagangan
manusia menjadikan
Negara Republik Indonesia sebagai sumber perdagangan
manusia untuk
dieksploitasi di luar wilayah Negara Republik Indonesia.
A.2.4. Pasal 5.
Pasal 5 memberikan
larangan kepada setiap orang untuk melakukan pengangkatan
anak dengan
menjanjikan sesuatu atau memberikan sesuatu dengan maksud untuk
dieksploitasi. Bunyi
Pasal 5 secara lengkap adalah:
Setiap orang yang
melakukan pengangkatan anak dengan menjanjikan sesuatu
atau memberikan
sesuatu dengan maksud untuk dieksploitasi dipidana dengan
pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun
dan pidana denda
paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah)
dan paling banyak
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).103
Pasal 5 Undang-Undang
No.21 tahun 2007, memberi rumusan tindak pidana
sebagai berikut:
a. melakukan
pengangkatan anak.
b. dengan menjanjikan
sesuatu.
c. atau memberikan
sesuatu.
d. dengan maksud
untuk dieksploitasi.
Pasal 5.
Pasal ini memberikan
perlindungan terhadap anak sebagai korban
perdagangan manusia
dari usaha-usaha pengangkatan anak untuk mengeksploitasi
anak tersebut.
A.2.5. Pasal 6.
Pasal 6 Undang-Undang
No.21 Tahun 2007, memberikan larangan untuk
melakukan pengiriman
anak ke dalam atau ke luar negeri dengan cara apa pun yang
mengakibatkan anak
tersebut tereksploitasi. Bunyi Pasal 6 secara lengkap, yaitu:
Setiap orang yang
melakukan pengiriman anak ke dalam atau ke luar negeri
dengan cara apa pun
yang mengakibatkan anak tersebut tereksploitasi dipidana
dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh
juta rupiah) dan
paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).104
Pasal 6 Undang-Undang
No.21 tahun 2007, memberi rumusan tindak pidana
sebagai berikut:
a. melakukan
pengiriman anak.
b. ke dalam atau ke
luar negeri.
c. dengan cara apa
pun.
d. mengakibatkan anak
tersebut tereksploitasi.
Pasal ini memberikan
perlindungan terhadap anak sebagai korban
perdagangan manusia
dari usaha-usaha pengiriman anak baik di dalam negeri (antar
daerah) maupun ke
luar negeri yang mengakibatkan anak tersebut tereksploitasi.
Definisi anak menurut
Pasal 1 Undang-Undang ini adalah: Anak adalah
seseorang yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih
dalam kandungan.
104 Undang-Undang
No.21 Tahun 2007, Pasal 6.
A.2.6. Pasal 9.
Pasal 9 Undang-Undang
No.21 Tahun 2007 mengatur tentang sanksi pidana yang
dapat dikenakan
kepada setiap orang yang berusaha menggerakkan orang lain
supaya melakukan
tindak pidana perdagangan orang, namun tindak pidana itu tidak terjadi.
Pasal 9 secara lengkap
berbunyi:
Setiap orang yang
berusaha menggerakkan orang lain supaya melakukan tindak
pidana perdagangan
orang, dan tindak pidana itu tidak terjadi, dipidana dengan
pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan
pidana denda paling
sedikit Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling
banyak
Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah).105
Pasal 9 Undang-Undang
No. 21 tahun 2007, memberi rumusan tindak pidana
sebagai berikut:
a. berusaha.
b. menggerakkan orang
lain.
c. supaya melakukan
tindak pidana perdagangan orang.
d. tindak pidana itu
tidak terjadi.
Pasal ini memberikan
pengaturan mengenai penggerak dari tindak
pidana perdagangan
manusia. Undang-Undang No.21 Tahun 2007 tidak
menjelaskan yang
dimaksud dengan “menggerakkan orang lain” tersebut.
A.2.7. Pasal 10, 11,
dan 12.
Pasal 10, 11 dan 12
menyebutkan bahwa setiap orang yang membantu atau
melakukan percobaan,
merencanakan atau melakukan permufakatan jahat untuk melakukan
tindak pidana perdagangan
orang, menggunakan atau memanfaatkan korban tindak pidana
105 Ibid.,
Pasal 9.
perdagangan orang
dengan cara melakukan persetubuhan atau perbuatan cabul lainnya
dengan korban tindak
pidana perdagangan orang, mempekerjakan korban tindak pidana
perdagangan orang
untuk meneruskan praktik eksploitasi, atau mengambil keuntungan dari
hasil tindak pidana
perdagangan orang dipidana dengan pidana yang sama seperti pelaku
tindak pidana
perdagangan manusia. Secara lengkapnya Pasal 10, 11, dan 12 berbunyi:
Setiap orang yang
membantu atau melakukan percobaan untuk melakukan tindak
pidana perdagangan
orang, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6. (Pasal 10)
Setiap orang yang
merencanakan atau melakukan permufakatan jahat untuk
melakukan tindak
pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana yang sama
sebagai pelaku
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5,
dan Pasal 6.( Pasal
11)
Setiap orang yang
menggunakan atau memanfaatkan korban tindak pidana
perdagangan orang
dengan cara melakukan persetubuhan atau perbuatan cabul
lainnya dengan korban
tindak pidana perdagangan orang, mempekerjakan korban
tindak pidana
perdagangan orang untuk meneruskan praktik eksploitasi, atau
mengambil keuntungan
dari hasil tindak pidana perdagangan orang dipidana
dengan pidana yang
sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4,
Pasal 5, dan Pasal
6.(Pasal 12)106
Delik pembantuan,
percobaan, permufakatan jahat serta menggunakan atau
memanfaatkan korban
tindak pidana perdagangan manusia atau mengambil keuntungan
dari hasil tindak
pidana perdagangan manusia, diatur dengan Pasal tersendiri dalam
Undang-Undang No.21
Tahun 2007 ini.
Pasal-Pasal tersebut
mengatur bahwa pelaku yang memenuhi delik pembantuan,
percobaan,
permufakatan jahat serta menggunakan atau memanfaatkan korban tindak
pidana perdagangan
manusia atau mengambil keuntungan dari hasil tindak pidana
perdagangan manusia,
dipidana dengan pidana yang sama seperti pelaku tindak pidana
perdagangan manusia.
Undang-Undang
No.21 Tahun 2007, Pasal 10, 11, dan 12.
Hal ini sangat
berbeda dengan Pasal 53 KUHP tentang percobaan, dimana apabila
seseorang telah
melakukan permulaan perbuatan namun tidak selesai bukan karena
kehendak dari pelaku,
maka hukumannya dikurangi sepertiga. Begitu pula dengan
pembantuan
sebagaimana dinyatakan dalam pasal 56 dan 57 KUHP, dimana ancaman
pidana bagi pelaku
pembantuan dikurangi sepertiga dari pidana pokoknya.
A.2.8. Pasal 17.
Pasal 17 memberikan
perlindungan hukum terhadap korban perdagangan manusia
yang masih anak-anak.
Jika tindak pidana seperti Pasal 2, 3, dan 4 dilakukan terhadap anak,
maka ancamannya
ditambah sepertiga. Secara lengkap bunyi Pasal 17 adalah sebagai
berikut: Jika tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4
dilakukan terhadap
anak, maka ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga). 107
Pasal ini hanya
memberi pemberatan pidana jika korban perdagangan manusia
adalah anak-anak.
Menurut Undang-Undang ini anak adalah seseorang yang belum berusia
18 (delapan belas)
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.108
A.2.9. Pasal 19.
Undang-Undang No.21
Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang
juga memberi pengaturan tentang tindak pidana lain yang berkaitan
dengan tindak pidana
perdagangan orang. Seperti hal nya tindak pidana memberi
keterangan palsu pada
dokumen Negara atau memalsukan dokumen Negara sebagaimana
diatur dalam Pasal
19.
Setiap orang yang
memberikan atau memasukkan keterangan palsu pada dokumen
negara atau dokumen
lain atau memalsukan dokumen negara atau dokumen lain,
untuk mempermudah
terjadinya tindak pidana perdagangan orang, dipidana
dengan pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun
dan pidana denda
paling sedikit Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan
paling banyak
Rp280.000.000,00 (dua ratus delapan puluh juta rupiah).109
Pasal 19
Undang-Undang No.21 tahun 2007, memberi rumusan tindak pidana
sebagai berikut:
a. Memberikan atau
memasukkan keterangan palsu.
b. Atau memalsukan.
c. Dokumen negara
atau dokumen lain.
d. Untuk mempermudah
terjadinya tindak pidana perdagangan orang.
Yang dimaksud dengan
“dokumen negara” dalam ketentuan ini meliputi
tetapi tidak terbatas
pada paspor, kartu tanda penduduk, ijazah, kartu keluarga, akte
kelahiran, dan surat
nikah, sedangkan “dokumen lain” meliputi tetapi tidak terbatas
pada surat perjanjian
kerja bersama, surat permintaan tenaga kerja Indonesia,
asuransi, dan dokumen
yang terkait.110
Tindak pidana ini
adalah tindak pidana lain yang berhubungan dengan
tindak pidana
perdagangan manusia yang sering terjadi. Selama ini proses
penyidikan dan
penuntutan terhadap tindak pidana ini baru menggunakan KUHP
(lihat tabel 1).
A.2.10. Pasal 20.
Pasal 20
Undang-Undang No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang
memberi pengaturan tentang tindak pidana lain yang berkaitan dengan
109 Ibid.,
Pasal 19.
110 Ibid.,
Penjelasan Pasal 19.
tindak pidana
perdagangan orang yang berkaitan dengan kesaksian palsu, alat bukti palsu
atau barang bukti
palsu, atau mempengaruhi saksi secara melawan hukum.
Setiap orang yang
memberikan kesaksian palsu, menyampaikan alat bukti palsu
atau barang bukti
palsu, atau mempengaruhi saksi secara melawan hukum di sidang
pengadilan tindak
pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda
paling sedikit
Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp280.000.000,00 (dua
ratus delapan puluh juta rupiah).111
Pasal 20
Undang-Undang No.21 tahun 2007, memberi rumusan tindak pidana
sebagai berikut:
a. memberikan
kesaksian palsu.
b. menyampaikan alat
bukti palsu atau barang bukti palsu.
c. atau mempengaruhi
saksi secara melawan hukum.
d. di sidang
pengadilan tindak pidana perdagangan orang.
Yang dimaksud Pasal
ini adalah kesaksian palsu, menyampaikan alat bukti palsu
atau barang bukti
palsu atau mempengaruhi saksi secara melawan hukum di sidang
pengadilan
perdagangan manusia.
Kata “setiap orang”
dalam Pasal 20, dapat berarti “orang perseorangan” maupun
“korporasi”, sehingga
dapat disimpulkan bahwa pihak-pihak yang dapat dikenai
pertanggungjawaban
pidana atau subyek tindak pidana Perdagangan Manusia berdasarkan
Pasal 20
Undang-Undang ini adalah orang perseorangan maupun korporasi.
A.2.11. Pasal 21.
Pasal 21
Undang-Undang No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang
memberi pengaturan tentang tindak pidana lain yang berkaitan dengan
111 Undang-Undang
No.21 Tahun 2007, Ibid., Pasal 20.
tindak pidana
perdagangan orang yang berupa penyerangan fisik terhadap saksi atau
petugas di
persidangan dalam perkara tindak pidana perdagangan orang.
(1) Setiap orang yang
melakukan penyerangan fisik terhadap saksi atau
petugas di
persidangan dalam perkara tindak pidana perdagangan orang,
dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp40.000.000,00 (empat puluh juta
rupiah) dan paling
banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Jika perbuatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan saksi atau
petugas di
persidangan luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 2
(dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda
paling sedikit
Rp80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp400.000.000,00
(empat ratus juta rupiah).
(3) Jika perbuatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan saksi atau
petugas di
persidangan mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga)
tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda
paling sedikit
Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp600.000.000,00
(enam ratus juta rupiah).112
Pasal 21
Undang-Undang No.21 tahun 2007, memberi rumusan tindak pidana
sebagai berikut:
a. melakukan
penyerangan fisik.
b. terhadap saksi
atau petugas.
c. di persidangan.
d. dalam perkara
tindak pidana perdagangan orang.
Pasal 21 tidak hanya
memberi perlindungan kepada korban perdagangan manusia
yang menjadi saksi di
persidangan tindak pidana perdagangan manusia, namun juga
memberi perlindungan
hukum kepada petugas di persidangan dalam perkara tindak pidana
perdagangan manusia.